Pertumbuhan Ekonomi dengan Menjaga Kesehatan Mental Pekerja Publik

25 November 2021, Penulis : Josua Tommy Parningotan Manurung

Pengenalan

World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental diperingati seluruh dunia setiap tanggal 10 Oktober. Peringatan Hari Kesehatan Mental ini dilakukan agar setiap orang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap gejala, penyakit serta penderita penyakit mental. Penyakit mental yang berasal dari gangguan otak, lazim disebut penyakit jiwa atau gangguan jiwa. 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi positif untuk komunitasnya.

Terdapat pembagian dua kelompok penderita penyakit jiwa dalam Undang-Undang tersebut, yaitu Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa sedangkan ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Pemahaman Masyarakat

Perlu dipahami seluruh masyarakat, bahwa penyakit jiwa sama saja dengan penyakit fisik lainnya. Penyakit ini tidak disebabkan oleh kurang iman, azab, karma, santet, dosa turunan dan hal tidak ilmiah lainnya. 

Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetik, faktor biologis (ketidakseimbangan zat kimia otak, cedera otak), faktor psikologis (trauma akibat pelecehan, kecelakaan, isolasi sosial hingga kesepian), faktor paparan lingkungan saat dalam masa kandungan dan faktor lingkungan lain (kehilangan keluarga, teman, pekerjaan).

Beberapa masalah kejiwaan dan gangguan jiwa yang kerap terjadi pada pekerja publik adalah depresi (mayor ataupun minor), bipolar, gangguan cemas, dan PTSD (post-traumatic stress disorder). Gangguan mental tersebut sering diabaikan oleh penderita, teman, keluarga, dan lingkungan kerja. 

Jangan dibiarkan

Bila penyakit mental terus dibiarkan, hal ini dapat menyebabkan masalah. Masalah tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami gangguan mental, namun juga lingkungan keluarga, sosial, hingga lingkungan kerja. Ritme pekerjaan akan tidak berjalan dengan baik sehingga menimbulkan efek bola salju berupa pemburukan masalah kesehatan, lingkungan, hingga sosial. Hal ini, cepat atau lambat akan membuat pertumbuhan ekonomi suatu negara menurun.

Dukungan bagi pasien

Jadi, bagaimana seharusnya sikap lingkungan kerja terhadap pekerja publik yang mengalami masalah kejiwaan maupun gangguan jiwa tersebut? Sikap yang patut diberikan ialah dukungan. Dukungan yang paling mendasar adalah dengan tidak bersikap diskriminatif. Penderita gangguan jiwa memiliki kewajiban dan hak dalam bekerja yang sesuai tugasnya. 

Dukungan konkret lainnya seperti mengingatkan ia dan memberikan waktu kepadanya untuk meminum obat, meditasi dan hal yang membantu proses pemulihan. Terlebih lagi, lingkungan kerja tidak boleh mengabaikan keberadaan si penderita.

Seringkali terjadi di lingkungan kerja baik oleh rekan kerja bahkan atasan, meninggalkan si penderita sendirian terus-menerus. Tidak hanya itu, penderita pun sering didiskriminasi baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dihina ataupun dianggap tidak cakap bekerja. Bahkan yang paling menyakitkan, kesehatan jiwa sering menjadi bahan candaan yang berujung olok-olokan.

Peraturan Menteri Keuangan

Menteri Keuangan sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-44/MK.1/2020 tentang Pelaksanaan Konseling Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pada bagian ketentuan huruf f di Surat Edaran tersebut, kantor sampai dengan satker setingkat Eselon III harus menyelenggarakan layanan konseling. Namun, beberapa kantor sampai dengan satker setingkat Eselon III, layanan konseling ini belum ada. Sehingga beberapa pegawai Kementerian Keuangan tidak dapat mengutarakan permasalahan gangguan mental yang dialaminya.

Sebaiknya, Kementerian Keuangan harus lebih peduli terhadap pegawainya yang menderita penyakit, baik itu penyakit fisik maupun penyakit mental. Satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan sampai setingkat eselon 3 harus menyediakan layanan konseling sesuai Surat Edaran tersebut.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kesehatan Mental Dunia

Gangguan kesehatan jiwa berjudul The Lancet Commission yang dilaporkan oleh 28 spesialis kesehatan dari berbagai negara mengatakan bahwa gangguan kesehatan jiwa mampu menguras perekonomian ekonomi global hingga US$16 triliun antara tahun 2010 hingga 2030. Mereka sepakat bahwa krisis kesehatan mental dapat membahayakan individu, komunitas, dan ekonomi di seluruh kota di dunia.

Di seluruh dunia, lebih dari 25 persen angka hidup manusia, dihabiskan dengan keadaan sakit. 10% dari total penyakit disebabkan oleh penyakit mental, saraf, dan penyalahgunaan obat-obatan. Terdapat biaya yang perlu dikeluarkan untuk memulihkan 

Jika dunia ingin pertumbuhan ekonomi global bangkit kembali di masa pandemi, setiap negara harus mempersiapkan fisik dan mental sumber daya manusia yang dimilikinya.

Bila kesehatan fisik dan mental pekerja publik stabil dan pulih, maka pekerja publik dapat bekerja dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga pertumbuhan ekonomi pun perlahan membaik. 

Saran

Saran saya sebagai penulis kepada keluarga, teman, maupun lingkungan kerja seseorang yang mengalami penyakit jiwa, marilah kita memanusiakan manusia dengan peduli terhadap kesehatan jiwa. Sakit bukanlah suatu aib, sakit tidak mengurangi harkat dan martabat sebagai manusia. Keadaan sakit seharusnya tidak membuat seseorang menjadi malu dan tidak percaya diri. Jika kita peduli dan mengetahui jenis, gejala, dan penyebab penyakit, kita dapat mengurangi stigma sosial di masyarakat. 

Kemudian, bagi orang yang sedang mengalami penyakit jiwa, segera lakukan konseling dan terapi medis, baik melalui psikolog klinis ataupun psikiater (dokter spesialis kesehatan jiwa). Setelah melakukan konseling dan terapi, jangan lupa laksanakan apa yang dipesankan oleh psikolog klinis ataupun dokter. Bila diresepkan obat oleh dokter, minumlah sesuai anjuran dokter. Tidak ada istilah ketergantungan obat bila penggunaan obat sudah dipantau oleh dokter dan apoteker. Untuk mempercepat proses pemulihan, pasien harus jujur mengenai kondisi yang dialaminya kepada pihak medis yang merawat.

Kirim Komentar

0 Komentar