Usulan Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa

27 Februari 2023, Penulis : Aulia Irfan Mufti

Era globalisasi dan perkembangan teknologi yang berjalan dengan sangat cepat menyebabkan tingkat kompetisi dalam perdagangan dunia meningkat secara signifikan. Kondisi tersebut ternyata juga diikuti dengan pertumbuhan risiko yang dapat merugikan para pelaku usaha. Salah satu risiko yang sering terjadi dan sangat sukar untuk diprediksi adalah risiko akibat fluktuasi harga, khususnya harga komoditas. Salah satu instrumen yang digunakan para pelaku usaha untuk melindungi diri dari risiko fluktuasi harga tersebut adalah kontrak berjangka. Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan bahwa nilai transaksi kontrak berjangka di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 saja, tercatat nilai transaksi kontrak berjangka berhasil mencapai 203,63 triliun rupiah. Nilai ini mengalami peningkatan sebesar 43,75% dibandingkan nilai transaksi tahun sebelumnya yaitu sebesar 141,66 triliun rupiah. Apabila ditilik dari sisi perpajakan, angka ini menunjukkan potensi pemajakan yang besar atas transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa. 

Usulan Pengenaan PPh atas Penghasilan dari Transaksi Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa 

Secara regulasi, Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa penghasilan dari transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai pajak bersifat final dan pengaturannya dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah. Khusus untuk kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa sebenarnya pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah yaitu PP nomor 17 Tahun 2009 namun peraturan tersebut telah dicabut dengan PP nomor 31 Tahun 2011 sebagai bentuk tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung nomor PUT-22P/HUM/2009. Oleh karena itu, saat ini untuk penghasilan yang diperoleh dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan dalam bursa dikenakan pajak penghasilan dengan mengikuti mekanisme umum. Mekanisme ini tentunya memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama terkait pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan dan/atau membayar Pajak Penghasilan yang terutang yang bersumber dari penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa karena pemerintah secara otomatis hanya mengandalkan kesukarelaan Wajib Pajak dalam melaporkan penghasilan tersebut. 

Untuk dapat mengenakan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka di Bursa secara ideal, tentunya harus mengedepankan unsur kesederhanaan dalam pemungutannya sekaligus meringankan beban administrasi baik bagi Wajib Pajak ataupun fiskus. Dengan demikian, setidaknya dibutuhkan 3 aspek yang perlu diatur yaitu penentuan skema pengenaan PPh (final atau umum), definisi/ruang lingkup atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka di bursa dan saat terutangnya, dan tarif PPh yang tepat untuk dikenakan atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka di bursa.  

Skema Pengenaan PPh 

Data Bappebti menunjukkan bahwa volume transaksi terkait perdagangan berjangka komoditi selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2020 saja, telah terjadi pertumbuhan volume transaksi sebesar 18,82% dibandingkan tahun sebelumnya dimana volume transaksi 2020 sudah mencapai 13 juta lot untuk transaksi kontrak berjangka. Mengingat volume transaksi yang besar maka tentunya akan sangat sulit bagi Wajib Pajak yang bertransaksi kontrak berjangka untuk keeping track terhadap penghasilan yang diperoleh, sehingga pengenaan PPh dengan menggunakan mekanisme umum mungkin dapat menimbulkan beban kepatuhan tambahan bagi Wajib Pajak. Mengingat karakteristik perdagangan yang mirip dengan saham, maka akan lebih mudah dan efektif bagi semua pihak apabila pengenaan PPh atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka dilakukan dengan menggunakan mekanisme PPh Final yang dipotong oleh bursa penyelenggara perdagangan. Dengan adanya dukungan dari regulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A UU KUP dan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, maka sebenarnya pemerintah telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggunakan skema PPh Final atas penghasilan dari transaksi perdagangan kontrak berjangka di bursa. 

Ruang Lingkup Penghasilan dan Saat Terutang 

Salah satu kesulitan penerapan PPh atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka di bursa terletak pada penentuan ruang lingkup penghasilan yang dapat dikenakan PPh dalam transaksi kontrak berjangka itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum menetapkan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam transaksi kontrak berjangka di bursa, diperlukan pemahaman yang memadai mengenai situasi perdagangan kontrak berjangka di bursa. 

Secara umum, transaksi perdagangan kontrak berjangka di bursa dapat dirangkum sebagai berikut. 

  1. Pihak yang akan bertransaksi dalam suatu kontrak berjangka akan menyetor margin sesuai dengan ketentuan bursa.
  2. Setiap terdapat pergerakan harga, maka nilai keuntungan atau kerugian akan disesuaikan terhadap margin yang telah disetor.
  3. Dalam hal terdapat pihak yang ingin close-out posisinya dalam kontrak, pihak tersebut dapat masuk ke dalam kontrak dengan memasang posisi berlawanan dengan posisi sebelumnya. Pada saat ini, margin yang telah disetor akan dikembalikan dengan ditambah atau dikurangi keuntungan atau kerugian yang dialami.
  4. Dalam hal kontrak terus dipegang sampai dengan tanggal ekspirasi, maka deposit yang telah disetor akan dikembalikan kepada masing-masing pihak dengan ditambah/dikurangi dengan keuntungan atau kerugian yang dialami. Selanjutnya, pihak-pihak yang terikat dalam kontrak tersebut menyelesaikan kontrak melalui penyerahan barang secara fisik atau penyelesaian secara tunai.

Secara akuntansi, maka situasi simulasi transaksi perdagangan kontrak berjangka dapat dicatat sebagai berikut. 

Penyetoran Deposit 

Margin Deposit xxx 

                    Kas/Bank xxx 

 

Penyesuaian Mark to Market (Intra Day Transaction) 
a. Jika terdapat pergerakan harga yang menguntungkan 

Brokereage Payable          xxx 

                    Keuntungan Future Contract xxx 

b. Jika terdapat pergerakan harga yang merugikan 

Kerugian Future Contract xxx 

                    Brokerage Payable               xxx 

 

Penutupan Posisi atau Kontrak Berakhir 

a. Jika penutupan posisi atau saat kontrak berakhir memberikan keuntungan 

Kas/Bank                     xxx 

                    Margin Deposit                     xxx 

                    Brokerage Payable               xxx 

 b. Jika penutupan posisi atau saat kontrak berakhir memberikan kerugian 

Kas/Bank                     xxx 

Brokerage Payable                                   xxx 

                    Margin Deposit                     xxx 

 

Dari ilustrasi di atas, dapat dipahami beberapa hal yang menarik perhatian. Pertama, margin pada dasarnya bukanlah penghasilan yang diterima oleh pemilik kontrak berjangka. Margin yang disetor pihak terkait digunakan sebagai leverage sehingga pihak-pihak tersebut dapat masuk ke dalam kontrak berjangka agar dapat membeli barang yang dibutuhkan pada harga tertentu, menjual barang pada harga tertentu, atau sekadar mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga kontrak berjangka itu sendiri. Kedua, baik penjual ataupun pembeli kontrak berjangka memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan keuntungan atau kerugian dari pergerakan harga kontrak berjangka secara day to day, walaupun posisi mereka selalu berlawanan yang artinya jika suatu pihak mengalami keuntungan, maka pihak lainnya sudah pasti mengalami kerugian. Namun demikian, sepanjang pihak-pihak tersebut belum menutup posisinya, maka keuntungan atau kerugian tersebut merupakan keuntungan atau kerugian yang belum terealisasi walaupun secara akuntansi keuntungan atau kerugian tersebut dianggap telah terealisasi. Apabila Pajak Penghasilan dikenakan berdasarkan setoran margin awal, maka itu berarti baik pembeli atau penjual dalam pengikatan kontrak tersebut dikenakan Pajak Penghasilan yang sama padahal belum dapat diketahui siapa pihak yang memiliki ability to pay. Ketiga, penghasilan atau kerugian baru benar-benar diterima pihak-pihak yang bertransaksi kontrak berjangka hanya ketika penutupan posisi atau saat kontrak berakhir sesuai jangka waktu yang ditetapkan. 

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penghasilan yang dapat dikenakan PPh Final atas transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa adalah penghasilan yang diterima berupa keuntungan akibat pergerakan harga kontrak yang terealisasi pada saat penutupan posisi ataupun tenggat waktu kontrak berakhir dan saat terutang yang paling efektif untuk dilakukannya pemotongan atas PPh Final yang terutang adalah ketika penutupan posisi atau berakhirnya tenggat waktu kontrak yang terjadi bersamaan dengan pengembalian margin deposit. 

Tarif Pajak Penghasilan Yang Sesuai 

Tarif PPh sebesar 2.5% dari margin awal sebagaimana diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2009 dianggap terlalu besar apabila dibandingkan dengan tarif PPh sebesar 0.1% atas penjualan saham di bursa. Dengan demikian, diharapkan tarif PPh atas penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa bisa setara dengan tarif PPh atas penjualan saham di bursa. 

Untuk menentukan tarif PPh yang berkeadilan atas penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa, maka harus dapat ditentukan berdasarkan proporsi keuntungan dari nilai kontrak berjangka. Nilai tersebut dapat dihitung secara rata-rata terhadap seluruh keuntungan dibandingkan dengan nilai kontrak berjangka dari seluruh transaksi kontrak berjangka di bursa. Dengan demikian rumusan tarif PPh atas penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut. 

0.1 % x Nilai Penjualan Saham = z x (Persentase Keuntungan/Nilai Transaksi Kontrak Berjangka) 

Keterangan: 

z = tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa 

Dengan demikian jika diketahui bahwa secara rata-rata besaran persentase keuntungan dibandingkan nilai kontrak berjangka adalah 10%, maka tarif PPh yang tepat adalah sebagai berikut. 

0.1 % x Nilai Penjualan Saham = z  x 10% Nilai Kontrak Berjangka 

z            = 0.1% : 10% 

z            = 1 % 

Dengan demikian apabila diketahui rata-rata persentase keuntungan dari nilai transaksi kontrak berjangka 10%, maka tarif PPh Final atas penghasilan yang diterima dari transaksi kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa adalah sebesar 1% dari keuntungan yang diperoleh/terealisasi.