Tinjauan Kebijakan Penetapan Tarif PNBP dalam PMK

20 Agustus 2021, Penulis : Arief Masdi

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas layanan pemerintah yang semakin efisien terus meningkat, seiring perkembangan teknologi dan kehidupan masyarakat yang dinamis. Di bidang keuangan negara, pembaruan dan inovasi tata kelola keuangan negara merupakan keniscayaan. Banyak terobosan dan kemajuan yang sudah diwujudkan, namun tidak sedikit yang sedang diupayakan mewujud. Penetapan Tarif PNBP dalam PMK adalah salah satunya.

Awal tahun 2021 merupakan momentum pembaruan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tepatnya pembaruan kedua. Pembaruan PNBP telah dimulai 23 tahun yang lalu, ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP dan peraturan turunannya. Melalui pembaruan regulasi pertama tersebut, pengelolaan PNBP menjadi memiliki kepastian hukum dan tertib administrasi, dibandingkan periode sebelumnya.

Pembaruan kedua PNBP digenapi dengan ditetapkannya empat Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU PNBP yang baru, yaitu UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP. Salah satunya adalah PP Nomor 69 Tahun 2020 tentang tata cara penetapan tarif atas jenis PNBP. Salah satu terobosan dalam PP Nomor 69 Tahun 2020 adalah tarif atas jenis PNBP dapat ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Aturan ini laik disebut terobosan atau pembaruan, karena selama ini, tarif PNBP harus dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) terutama untuk kelompok PNBP berbasis pelayanan kepada msyarakat. 

Sebagaimana diketahui, untuk mengubah suatu PP termasuk PP yang mengatur jenis dan tarif PNBP harus proses birokrasi yang panjang dan waktu yang lama. Karena memang demikianlah aturan dalam penyusunan dan pembentukan peraturan pemerintah. Kondisi ini memengaruhi efektifitas tarif PNBP dan layanan PNBP.

Sasaran terobosan baru ini, agar penetapan tarif PNBP menjadi lebih fleksibel dan efisien. Dengan tujuan akhirnya, penerimaan negara menjadi lebih optimal dan kualitas layanan masyarakat juga meningkat. Optimalisasi tersebut, berasal dari efisiensi waktu yang lebih baik jika tarif PNBP dalam PMK, sehingga penerimaan negara cepat disetor dan pelayanan kepada masyarakat juga semakin meningkat.

Namun, tidak semua kelompok objek PNBP termasuk dalam lingkup aturan ini. Hanya ada tiga kelompok objek, yaitu kelompok pelayanan, penggunaan Barang Milik Negara (BMN) dan kelompok Hak Negara Lainnya. Kriteria tarifnya pun harus bersifat volatil dan/atau adanya kebutuhan mendesak.

Tarif volatil didefinisikan sebagai tarif yang membutuhkan perubahan paling sedikit satu kali dalam satu tahun. Meliputi, tarif di bidang pelatihan selain pelatihan fungsional, kepemimpinan dan pelatihan dasar CPNS, tarif di bidang pengujian laboratorium, dan tarif barang/jasa sebagai hasil kegiatan di bidang penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan/atan pembinaan.

Sedangkan kebutuhan mendesak memiliki tujuh batasan, yaitu kegiatan nasional dan internasional, hasil ratifikasi perjanjian internasional, arahan Presiden, rekomendasi BPK dan/atau instansi pemeriksa PNBP, hasil samping kegiatan Pemerintah, perubahan organsasi, dan pelaksanaan putusan pengadilan atau badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perunadang-undangan. 

Selain kedua hal tersebut di atas, mengacu pada Pasal 8 PP Nomor 69 Tahun 2020, tarif atas jenis PNBP dapat juga ditetapkan dalam PMK sepanjang diperintahkan oleh Undang-Undang dan/atau Peraturan Pemerintah, sebagaimana diatur Pasal 9 PP Nomor 69 Tahun 2020.

Saat ini, semua jenis dan tarif PNBP secara umum telah ditetapkan dalam PP yang mengatur jenis dan tarif PNBP pada Kementerian/Lembaga yang memiliki Pungutan PNBP. Melihat cukup luasnya ruang lingkup volatil dan kebutuhan mendesak, maka diperkirakan di dalam PP ataupun di dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga terdapat potensi tarif PNBP yang bersifat volatil dan/atau yang memiliki karakteristik kebutuhan mendesak. 

Dengan demikian, tantangan implementasi kebijakan tarif PNBP dalam PMK ini, adalah Kementerian/Lembaga perlu terlebih dahulu mengusulkan perubahan atau revisi PP jenis dan tarif PNBP. Pertimbangannya, secara hirarki peraturan perundang-undangan setingkat PMK tidak bisa mencabut peraturan setingkat PP. Jadi, akan ada proses transisi sebelum aturan tarif PNBP dalam PMK berlaku efektif.

Berdasarkan draf RPMK turunan PP 69 tahun 2020 (RPMK masih dalam proses pembahasan), Kementerian/Lembaga selaku instansi pengelola PNBP memegang kendali atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP. Tanpa usulan dari Kementerian/Lembaga, maka proses transisi implementasi tarif PNBP dalam PMK tidak akan berjalan.

Selanjutnya, sejalan dengan itu, setelah usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP diterima, Kementerian Keuangan memiliki tugas untuk mengevaluasi secara rinci dan cermat usulan tersebut, termasuk evaluasi atas tarif PNBP yang bersifat volatil dan/atau mendesak, untuk menentukan dasar hukum pengaturan tarif.

Tantangan terbesar implementasi kebijakan tarif PNBP dalam PMK terletak pada tahap transisi ini, yang meliputi tahap usulan, evaluasi dan penetapan tarif PNBP. Karena, berdasarkan data Direktorat Jenderal Anggaran, jumlah PP jenis dan tarif PNBP pada Kementerian Keuangan yang berpotensi dievaluasi sebanyak 56 PP yang tersebar pada 49 Kementerian/Lembaga. 

Sinergitas yang kuat antara Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan sangat diperlukan dalam mengatasi tantangan tersebut. Kementerian/Lembaga dapat segera mengusulkan revisi PP jenis dan tarif PNBP pada satu sisi, dan Kementerian Keuangan mengevaluasi dan menyusun PMK jenis dan tarif PNBP volatil dan kebutuhan mendesak setelah usulan Kementerian/Lembaga diterima, pada sisi lainnya. 

Untuk memberi gambaran proses transisi ini, saya mencoba melakukan evaluasi atas dua PP jenis dan tarif PNBP Kementerian/Lembaga, dengan pemilihan sampel secara acak. Pertama, PP Nomor 56 Tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Di dalamnya, terdapat sekitar sembilan jenis tarif PNBP dengan kriteria tarif volatil. Kelompok tarifnya di bidang pelatihan, yaitu kelompok tarif pelatihan penyegaran bagi petugas proteksi radiasi dan pelatihan petugas keamanan sumber radiokatif.   

Apabila dicermati, sembilan jenis tarif PNBP pada BAPETEN tersebut, memang sudah selaiknya direvisi besaran atau nominal tarifnya. Mengingat, sudah berlaku selama lebih dari enam tahun tanpa ada penyesuaian besaran tarifnya. Dengan perkembangan ekonomi termasuk inflasi selama enam tahun terakhir, diperkirakan besaran sembilan tarif PNBP tersebut terlalu rendah. 

Kedua, PP Nomor 128 Tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Di dalamnya, terdapat sekitar 38 jenis tarif PNBP termasuk kelompok tarif di bidang pendidikan. Apabila dicermati, tarif-tarif tersebut juga selaiknya direvisi, mengingat besaran atau nominalnya belum pernah disesuaikan dalam lima tahun terakhir. Melihat perkembangan ekonomi yang begitu cepat terutama pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka sudah selaiknya tarif PNBP tersebut juga dilakukan evaluasi dan perhitungan kembali.

Dari data dan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa poin. Pertama, kebijakan atau aturan tarif PNBP dalam PMK merupakan terobosan di bidang tata kelola keuangan negara yang patut diapresiasi. Tujuannya sangat jelas, untuk meningkatkan efisiensi kinerja pengelolaan keuangan negara, optimalisasi penerimaan negara dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 

Kedua, proses implementasi kebijakan tarif PNBP dalam PMK ini merupakan tantangan besar bagi Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan. Mengingat, cukup banyaknya PP jenis dan tarif pada Kementerian/Lembaga yang harus dievaluasi dan direvisi. Selain itu, pada waktu bersamaan atau paralel, Kementerian Keuangan harus menyusun PMK tarif PNBP volatil dan kebutuhan mendesak pada Kementerian/Lembaga tersebut. 

Ketiga, apabila tahapan transisi ini dapat diselesaikan dengan baik dan cepat, maka ke depan, proses perubahan atau revisi PMK tarif PNBP volatil dan mendesak dipastikan akan berjalan lebih baik dan efisien. Selain itu, dari sisi fiskal, penyesuaian tarif PNBP dengan kondisi dan perkembangan ekonomi terkini, diproyeksikan akan menghasilkan capaian PNBP Kementerian/Lembaga yang lebih optimal.  

Terakhir, kebijakan penetapan tarif PNBP dalam PMK ini merupakan langkah maju dalam penguatan tata kelola keuangan negara terutama di bidang PNBP. Dalam jangka pendek dan menengah, tata kelola PNBP yang semakin fleksibel, efisien dan efektif diharapkan akan meningkatkan daya saing dan produktivitas masyarakat serta mendukung pemulihan ekonomi nasional. ***

Kategori: DJA

Kirim Komentar

0 Komentar