Sinyal Optimisme dari Kinerja APBN Tahun 2021

14 Januari 2022, Penulis : Arief Masdi

Selama masa pandemi Covid-19, dibandingkan tahun 2020, tahun 2021 merupakan masa terberat dan paling sulit. Gelombang kedua pandemi yang terjadi bulan Juli 2021 mencatatkan kasus aktif tertinggi sebanyak 569.901 orang, penambahan kasus harian tertinggi 50.039 orang dan kematian tertinggi 2.069 orang meninggal dalam sehari.

Pemerintah telah menyadari potensi risiko tersebut dan melakukan penanganan pengendalian Covid-19 secara lebih ketat dan disiplin melalui penerapan PPKM dan akselerasi program vaksinasi secara lebih masif serta dukungan terhadap tenaga kesehatan dan rumah sakit. 

Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat didorong agar resposif dan fleksibel terhadap dinamika tantangan penanganan Covid-19 sepanjang tahun 2021.

Dukungan wakil rakyat mutlak diperlukan dalam upaya Pemerintah mengarahkan belanja negara yang resposif dan fleksibel dalam penanganan Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional baik di tingkat pusat maupun daerah.

Strategi penanganan pandemi yang dilakukan Pemerintah dengan dukungan wakil rakyat serta peran aktif masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin mulai membuahkan hasil nyata. 

Masyarakat dan dunia usaha mulai lebih optimistis menghadapi pandemi dalam melakukan aktivitas dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat. Sehingga per 31 Desember 2021 kasus aktif sebanyak 4.292 orang dan penambahan kasus baru hanya 180 orang dalam sehari serta 6 orang meninggal dalam sehari. 

Catatan positif tahun 2021

Seiring dengan hal tersebut, mengakhiri tahun 2021, perekonomian Indonesia menunjukkan tren positif dan menjadi modal berharga menghadapi tantangan tahun 2022. Setidaknya ada lima indikator menunjukkan hal tersebut. 

Pertama, penambahan kasus Covid-19 relatif menurun dengan angka penambahan kasus baru yang rendah. Percepatan vaksinasi global dan domestik yang lebih merata menambah ketahanan masyarakat dalam menghadapi varian Covid-19.

Kedua, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh positif 3,7%. Walaupun tidak seperti yang diharapkan dalam target 2021 sebesar 5,0%, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi ini merupakan sinyal kuat pemulihan ekonomi.

Indikator ketiga, meningkatnya tren harga komoditas utama dunia terutama minyak bumi, batubara dan crude palm oil (CPO) menjadi indikasi kuat perbaikan permintaan global dan pemulihan aktivitas perekonomian global.

Keempat, tren surplus neraca perdagangan di bulan November 2021 melanjutkan tren surplus selama 19 bulan terakhir. Ekspor barang meningkat cukup tinggi menunjukkan peningkatan permintaan mitra dagang dan manufaktur manca negara.

Kelima, indikator konsumsi dan produksi menunjukkan penguatan yang solid. Consumer Confidence Index hingga November 2021 mulai membaik seiring dengan relaksasi PPKM, sementara itu PMI Manufaktur Indonesia juga terus melanjutkan level ekspansi. 

Sinyal positif ini sejalan dengan realisasi pelaksanaan APBN per 31 Desember 2021. Pendapatan negara menunjukkan kembali pada level sebelum pandemi, dengan realisasi Rp2.003,1 triliun atau naik 21,6% dibadingkan tahun 2020. Realisasi belanja negara Rp 2.786,8 triliun atau naik 7,4% terutama dari belanja barang dan modal yang memiliki efek pengganda bagi pemulihan ekonomi.

Penerimaan pajak mencapai Rp1,277,5 triliun atau tumbuh positif 19,2% dibandingkan 2020. Capaian tersebut didorong membaiknya penerimaan dari mayoritas sektor utama penyumbang penerimaan pajak sebagai dampak penguatan pemulihan ekonomi, yang diikuti pemanfaatan stimulus pajak yang tinggi. Penerimaan PPN bahkan mencapai Rp551,0 triliun atau tumbuh 22,3%, yang melampaui level pra pandemi.

Kepabeanan dan cukai juga tumbuh signifikan dari seluruh komponen penerimaannya. Penerimaan cukai dan bea masuk masing-masing tumbuh 10,9% dan 19,9% bahkan bea keluar tumbuh sebesar 708,2% didorong peningkatan volume ekspor dari harga komoditas terutama produk kelapa sawit dan tembaga.

Tren kenaikan harga komoditas turut mendorong capaian realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp452,0 triliun atau tumbuh signifikan 31,5%. Pendapatan PNBP dari layanan Kementerian/Lembaga juga menunjukkan peningkatan seiring pemulihan ekonomi dan kembalinya aktivitas masyarakat.

Di sisi lain, realisasi belanja negara 2021 sebesar Rp2.786,8 triliun atau tumbuh 7,4%, dengan mengoptimalkan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi pusat dan daerah, serta program perlindungan sosial. Dengan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp1.189,1 triliun atau tumbuh 12,2% dengan fokus pembangunan sumber daya manusia, penanganan kesehatan dan pembangunan insfrastruktur.

Belanja barang pada Kementerian/Lembaga tumbuh 24,8% dipengaruhi akselerasi pembayaran beberapa program PEN 2021, sedangkan belanja modal Kementerian/Lembaga tumbuh signifikan 26,5% dipengaruhi percepatan proyek infratruktur dasar dan konektivitas lanjutan tahun 2020 serta pengadaan peralatan.

Adapun realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2021 sebesar Rp480,0 triliun atau 130,5% melebihi dari targetnya dalam APBN 2021. Anggaran yang sangat penting ini dimanfaatkan untuk penyaluran bantuan penanganan Covid-19 dan sebagai bantalan bagi keluarga miskin dan rentan terhadap dampak pandemi Covid-19.

Program vaksinasi nasional juga terus menunjukkan peningkatan signifikan, sebanyak 113,6 juta orang telah mendapatkan vaksinasi kedua atau sekitar 50% dari target dan 161,1 juta orang telah mendapatkan vaksinasi pertama atau sekitar 70% dari targetnya sebanyak 208,2 juta orang.

Catatan positif yang tidak kalah pentingnya, adalah realisasi defisit anggaran tahun 2021 sebesar Rp783,7 triliun atau 4,55% dari PDB, yang menunjukkan kondisi APBN cukup baik  dan efisien mengingat target defisif dalam APBN 2021 sebesar 5,7% dari PDB. 

Dengan defisit yang lebih rendah yang didukung oleh membaiknya pendapatan negara serta optimalisasi pembiayaan anggaran, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 sebesar Rp84,9 triliun, jauh lebih rendah dari tahun 2020 sebesar Rp245,6 triliun. SiLPA tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah yang tertunda, agar kesehatan fiskal APBN ke depan semakin baik dan terjaga. 

Dampak yang terpenting, bagaimana strategi kebijakan countercyclical tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Kabar baiknya, tingkat pengangguran menurun dari 7,07% pada Agustus 2020 menjadi 6,49% pada Agustus 2021. Sementara itu, tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan dari 10,19% pada September 2020 menjadi 10,14% pada Maret 2021, sedangkan tingkat ketimpangan turun dari 0,385 pada September 2020 menjadi 0,384 pada Maret 2021.

Momentum penguatan ekonomi domestik dan kinerja positif pelaksanaan APBN tahun 2021 menjadi modal berharga tahun 2022, namun tetap waspada terhadap risiko ketidakpastian global dan varian baru Covid-19. Dengan tetap bekerja keras, konsisten dan disiplin dalam penanganan pandemi serta strategi pemulihan ekonomi, kita patut optimistis memasuki tahun 2022, menuju konsolidasi fiskal tahun 2023.

Akhirnya, meskipun kinerja fiskal tahun 2021 mencatatkan perbaikan yang signifikan, namun paling utama adalah bagaimana APBN menjadi instrumen bukan sebagai tujuan Pemerintah, sebagaimana yang selalu disampaikan oleh Menteri Keuangan di berbagai kesempatan.

Kategori: APBN

Kirim Komentar

0 Komentar