Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional: Upaya Akselerasikan Kesejahteraan Rakyat

03 Februari 2022, Penulis : Praptono Djunedi

Pulau Waigeo, nama ini barangkali belum banyak yang mengenalnya meski tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang keren. Pulau ini termasuk salah satu dari 4.514 pulau yang ada di provinsi Papua Barat. Pertanyaannya, bagaimana sih agar kesejahteraan masyarakat sekitar destinasi meningkat? 

Seperti diketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi sendiri meliputi daerah kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan sendiri dan memiliki hak mengatur dan mengurus sendiri urusan yang menjadi kewenangannya. Sedangkan urusan Pemerintahan yang bukan merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang.

Dalam kaitan dengan hubungan keuangan tersebut, presiden Joko Widodo pada tanggal 5 Januari 2022 lalu telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Terbitnya UU 1/2022 ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka penyempurnaan implementasi hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan harapan dapat menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien, mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI. 

Guna mencapai tujuan di atas, hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibangun atas empat pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKD dan pembiayaan utang daerah, mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.

Yang menarik, dalam UU 1/2022 itu akan kita temukan suatu terminologi baru yang mendeskripsikan harmonisnya kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Terminologi tersebut tidak lain adalah sinergi kebijakan fiskal nasional (SKFN). 

Berharap Pada SKFN

Kita paham bahwa kebijakan fiskal itu terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Terkait dengan hal itu, dalam rangka mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal agar dapat mencapai tujuan bernegara, maka pelaksanaan kebijakan fiskal Pemerintah Daerah harus sinergis dengan kebijakan fiskal Pemerintah Pusat. 

Sinergi yang dimaksud pada SKFN tersebut adalah dalam rangka mendukung pengelolaan fiskal pusat dan daerah yang terintegrasi, seperti refocusing, penyesuaian belanja daerah dan belanja pusat, serta penyelarasan kebijakan fiskal nasional dan target capaian pembangunan nasional. SKFN dilakukan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan pembiayaan utang daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, dan sinergi bagan akun standar. 

Rentang sinergi SKFN tampaknya dimulai sejak tahap penyusunan dokumen perencanaan hingga penyusunan dokumen pelaporan.

Pada tahap perencanaan, misalnya, Pemerintah Daerah menyinergikan kebijakan pembangunan dan kebijakan fiskal Daerah dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), rencana kerja pemerintah (RKP), kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF), arahan Presiden, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelarasan dimaksud dilakukan melalui penyelarasan target kinerja makro Daerah dan target kinerja program Daerah dengan prioritas nasional. Di sisi lain, RPJMN dan RKP perlu mempertimbangkan berbagai usulan program strategis Daerah sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional. 

Pada tataran pelaksanaan, pengendalian dalam kondisi darurat, misalnya, dilakukan dengan ketentuan, yakni: a) Pemerintah Pusat dapat mewajibkan Daerah untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan perubahan penggunaan APBD, dan b) Pemerintah Pusat dapat melakukan penyesuaian besaran batas maksimal defisit APBD dan pembiayaan utang daerah. 

Yang dimaksud dengan "kondisi darurat" di atas adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, antara lain: a) proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan, b) proyeksi penurunan pendapatan negara/Daerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan, dan/atau c) adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. 

Pada tahap pelaporan, sinergi bagan akun standar pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilakukan paling sedikit melalui penyelarasan program dan kegiatan serta keluaran dengan kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Beberapa kegiatan yang mendukung terlaksananya SKFN meliputi a) penyusunan konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah secara nasional sesuai dengan bagan akun standar untuk Pemerintah Daerah, b) penyajian informasi keuangan daerah secara nasional, dan c) pemantauan dan evaluasi pendanaan desentralisasi. Konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah tersebut diharapkan terintegrasi dengan bagan akun standar untuk Pemerintah Pusat, tujuannya untuk menyusun statistik keuangan dan laporan keuangan secara nasional yang selaras dan terkonsolidasi, meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan.

Jadi, untuk menyejahterakan rakyat, semua pihak terkait, yang dimotori oleh instansi vertikal Kementerian keuangan perlu saling bahu membahu dan lebih bersinergi dengan pemerintah daerah guna mengeksekusi anggaran APBD secara efisien dan efektif. 

Terhadap destinasi wisata di Papua Barat seperti yang diilustrasikan di atas, dengan adanya SKFN ini muncul harapan agar pengembangan sektor pariwisata dan subsektor pendukungnya di wilayah tersebut bisa lebih terfokus, akuntabel dan bermanfaat. Sektor pariwisata, sebagaimana kita mafhum, termasuk sektor yang strategis karena memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar terhadap PDB, cadangan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Sektor pariwisata juga menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi pemerintah daerah berupa pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.

Jadi, menyambung keterkaitan langkah antara Pusat dan Daerah itu memang tidak mudah. Tapi, itu harus dilakukan. Kita pasti bisa, demi kesejahteraan rakyat. Semoga, salam sinergi!

 

***

Disclaimer: Tulisan di atas adalah pendapat pribadi

Kirim Komentar

0 Komentar