Sikat Krisis! Stimulus Ekonomi 2025 Dirancang Dorong Ekonomi Rakyat

17 Juni 2025, Penulis : Bagus Wijaya

Dunia sedang menghadapi gejolak ekonomi global yang tidak mudah. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menjadi pemicu utama perubahan drastis pada lanskap perdagangan internasional. Situasi ini menimbulkan ketidakpastian yang berlarut-larut, yang akhirnya berdampak pada harga komoditas, nilai tukar, dan sektor riil di banyak negara, termasuk Indonesia. Ekonomi Indonesia pun tertekan pada kuartal I 2025, dengan capaian angka pertumbuhan 4,87%. Tanpa adanya intervensi kebijakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 diperkirakan akan sulit dan terjebak di bawah 5% seperti capaian pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan risiko yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Melihat urgensi tersebut, pemerintah bertindak cepat. Berlandaskan Pasal 29 ayat (1) UU APBN No. 62/2024, stimulus ekonomi dirancang bukan hanya untuk memperbaiki angka pertumbuhan, tetapi juga menahan risiko sosial dan ekonomi lebih dalam. Menariknya, stimulus ini diluncurkan pada Juni 2025, bertepatan dengan masa liburan sekolah, saat mobilitas, konsumsi, dan pariwisata biasanya meningkat. Ini bukan kebetulan. 

“Peluncuran kebijakan ini sebelum libur sekolah yang dimulai akhir Juni akan memberikan momentum untuk mendorong daya beli,” ujar Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto (Reuters, 2025).

Dengan total anggaran Rp24,44 triliun, stimulus ini terdiri dari lima paket utama yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Targetnya untuk menahan perlambatan ekonomi dan memastikan denyut konsumsi tetap stabil.

Mendorong Mobilitas Lewat Diskon Transportasi

Salah satu pilar penting stimulus adalah diskon transportasi yang menyasar berbagai moda perjalanan domestik. Tiket kereta api kelas ekonomi didiskon hingga 30%, tiket angkutan laut didiskon 50%, dan tarif tol diberi potongan sebesar 20%. Bahkan, untuk mendorong sektor penerbangan yang sempat terpukul pandemi dan pelemahan daya beli, pemerintah memangkas PPN untuk tiket pesawat menjadi hanya 6%. Kebijakan ini berlaku sepanjang liburan sekolah Juni–Juli 2025, yang secara tradisional menjadi momen lonjakan perjalanan antardaerah.

Secara total, kebijakan diskon transportasi ini menggelontorkan anggaran sekitar Rp0,94 triliun. Tujuannya sederhana namun berdampak besar: mengurangi beban biaya perjalanan masyarakat, mendorong sektor transportasi dan pariwisata, serta membuka peluang pertumbuhan bagi sektor jasa di berbagai daerah. Mobilitas yang meningkat diyakini akan menjadi katalis bagi aktivitas perdagangan dan konsumsi rumah tangga, sebagai dua mesin penting bagi pemulihan ekonomi nasional.

Tambahan Kartu Sembako dan Bantuan Pangan

Di luar diskon transportasi, stimulus ekonomi 2025 juga memberikan perhatian serius pada perlindungan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah menyalurkan tambahan Kartu Sembako senilai Rp200 ribu per bulan kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Tak hanya itu, bantuan pangan berupa beras 10 kg per bulan turut diberikan kepada keluarga sasaran yang sama. Total anggaran untuk program bansos ini mencapai Rp11,93 triliun. Ini merupakan bukti bahwa di tengah ketidakpastian global, kepentingan rakyat kecil tetap menjadi prioritas.

Bantuan Subsidi Upah dan Perpanjangan Diskon Iuran JKK

Pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada 17,3 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta, termasuk di dalamnya 565 ribu guru honorer dari Kemendikdasmen dan Kemenag. Masing-masing penerima mendapatkan Rp300 ribu per bulan selama dua bulan. Anggaran BSU ini mencapai Rp10,72 triliun.

Menariknya, data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sekitar 60% penerima BSU ini bekerja di sektor perdagangan dan jasa (sumber: BPJS TK per Mei 2025). Ini menegaskan bahwa stimulus diarahkan untuk menopang kelompok pekerja yang menjadi urat nadi ekonomi nasional. Apalagi, sektor perdagangan dan jasa adalah salah satu sektor yang paling cepat merespons stimulus, karena karakteristiknya yang padat karya dan berorientasi langsung pada konsumsi masyarakat.

Untuk mendukung pekerja di industri padat karya, pemerintah juga memperpanjang diskon iuran Asuransi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 50%. Kebijakan ini bersifat non-APBN dan menargetkan 2,7 juta pekerja. Ini adalah bentuk insentif fiskal yang meringankan beban dunia usaha sekaligus tetap memberikan perlindungan sosial.

Menghitung Dampak Menghindari Jurang Kemiskinan dan Pengangguran

Pemerintah tidak sekadar merumuskan kebijakan ini di atas kertas. Data proyeksi menunjukkan bahwa dengan paket stimulus ekonomi ini, pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 dapat mencapai sekitar 5%, angka yang lebih tinggi dari baseline 4,7% yang diproyeksikan tanpa stimulus. Lebih jauh, stimulus ini diperkirakan akan mampu menahan sekitar 0,8 juta penduduk agar tidak jatuh dalam garis kemiskinan, serta menyelamatkan sekitar 0,3 juta orang dari jerat pengangguran (sumber: data Kementerian Keuangan).

Di tengah ketidakpastian global, keberadaan stimulus ekonomi menjadi bukti bahwa intervensi fiskal yang terukur dan tepat sasaran adalah kunci. Pemerintah menunjukkan kepiawaian dalam menyusun kebijakan yang tidak hanya menjaga stabilitas makro, tetapi juga melindungi rakyat yang berada di lapis bawah dan menengah.

Tantangan Implementasi Akurasi Data dan Koordinasi Antarkementerian

Namun demikian, keberhasilan stimulus ini tidak datang dengan sendirinya. Implementasi yang cepat dan akurat menjadi kunci utama. Pemerintah harus memastikan bahwa data penerima bansos yang menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSEN) benar-benar akurat dan bersih dari inclusion error (penerima yang tidak berhak) maupun exclusion error (penerima yang semestinya berhak, tapi luput). Hal yang sama berlaku pada data penerima BSU, yang bersumber dari BPJS Ketenagakerjaan, serta data penerima bansos tambahan yang harus diperbarui terus-menerus.

Koordinasi antarkementerian dan lembaga menjadi tantangan tersendiri. Kementerian Sosial, Kemenaker, Kementerian Perhubungan, hingga Kementerian Keuangan harus bergerak serempak agar penyaluran bansos, subsidi upah, dan diskon transportasi dapat berjalan tepat waktu dan tepat sasaran. Proses harmonisasi regulasi dan anggaran (ABT dan revisi DIPA) juga menjadi faktor krusial agar program stimulus tidak terhambat di meja birokrasi.

Jangan Sampai Hanya Jadi Angka di Kertas

Di luar pemerintah, peran publik juga tidak kalah penting. Pengawasan dari masyarakat dan lembaga independen diperlukan agar setiap rupiah yang digelontorkan benar-benar sampai ke mereka yang berhak. Jangan sampai program stimulus yang mulia ini hanya menjadi laporan di atas kertas, tanpa benar-benar menyentuh kehidupan rakyat yang sedang berjuang.

Stimulus ekonomi 2025 adalah langkah strategis pemerintah untuk menahan laju pelemahan ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat. Dirancang dengan menyesuaikan momentum seperti periode libur sekolah yang biasanya memacu konsumsi, stimulus ini menjadi oase di tengah ketidakpastian global.

Lebih dari sekadar angka, kebijakan stimulus ini adalah wujud komitmen pemerintah untuk hadir dan menjadi penopang ekonomi rakyat. Tugas kita semua adalah memastikan agar kebijakan ini tidak berhenti di angka dan data semata, tetapi benar-benar menjadi “napas baru” bagi masyarakat. Karena pada akhirnya, stabilitas ekonomi bukan hanya urusan makroekonomi, tapi soal keberlanjutan hidup masyarakat dan kesejahteraan bersama.

Kirim Komentar

0 Komentar