Setelah WTP Bagaimana Kesejahteraan Masyarakat Bengkulu?

22 Desember 2021, Penulis : Yusron Kamal

Dalam siklus pengelolaan keuangan pemerintah daerah sesuai Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan keuangan Negara oleh BPK  dimaksudkan untuk menguji pelaksanaan anggaran negara sesuai ketentuan perundang undangan. 

Selanjutnya dari pemeriksaan tersebut BPK akan memberikan opini, seperti yang sudah kita kenal terdapat 4 jenis opini BPK yaitu; (i) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), (ii) Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), (iii) Opini Tidak Wajar, dan (iv) Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer).

Perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)  merupakan idaman bagi setiap Kementerian/Lembaga maupun setiap pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangannya. Setelah sekian lama sejak digulirkannya Paket Undang-Undang Keuangan Negara pada tahun 2003/2004 dimana WTP menjadi suatu keharusan dalam rangka menjamin pengelolaan keuangan negara sudah diselenggarakan dengan baik. Namun apakah WTP dapat menjamin bahwa di Kementerian/Lembaga tersebut tidak terjadi korupsi? Tentu tidak. Tetapi dengan WTP  paling tidak mengurangi potensi terjadinya korupsi. Seiring dengan dinamika yang terjadi dengan semakin banyaknya Kementerian/Lembaga ataupun pemerintah daerah yang memperoleh WTP, What Next

Jika dikaitkan dengan bahasan lebih luas lagi, misalnya pada suatu pemda yang memperoleh WTP karena pengelolaan keuangan daerahnya sudah bagus, muncul pertanyaan berikutnya yaitu apakah dengan tercapainya WTP juga mengindikasikan peningkatan kesejahteraan masyarakat  di daerah tersebut?. 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan memandatkan kepada seluruh Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan untuk melakukan sebuah kajian apakah opini WTP berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Ini merupakan suatu hal yang baru dan menarik. 

Penulis merupakan pegawai pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bengkulu di Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang kebetulan mendapat tugas untuk melakukan penelitian/analisis apakah terdapat pengaruh antara perolehan opini WTP LKPD terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu.

Sebagai catatan, Provinsi Bengkulu memiliki  11  pemerintah daerah Kabupaten/Kota.  Hasil pemeriksaan LKPD oleh BPK pada tahun anggaran 2020  terdapat 10  pemda yang memperoleh opini WTP. 

Menurut Undang-undang nomor  11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Lebih lanjut diatur bahwa penyelenggaraan kesejahteraan menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pengertian sejahtera itu sendiri adalah kondisi dimana masyarakat dalam keadaan makmur, sehat, dan damai, sehingga untuk mencapai kondisi itu seseorang akan memerlukan suatu usaha sesuai kemampuan yang dimilikinya (D. Arifin, 2015).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu: (i) Umur panjang dan hidup sehat, (ii) Pengetahuan, (iii) Standar hidup layak.  IPM bermanfaat sebagai indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).  IPM juga dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara.  Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004), Tujuan dari otonomi daerah ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang memang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. 

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa Opini WTP LKPD berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah teknik  analisis regresi data panel yakni menggabungkan antara data runtun  waktu (time series) dan data silang (cross section).  Penelitian ini menggunakan program Eviews 10 sebagai alat dalam menganalisis data.  Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari  website resmi BPS, laporan keuangan pemda, dan Laporan Hasil Pemeriksaan oleh BPK.

Populasi pada objek penelitian ini adalah 10 pemerintah daerah Kabupaten/kota di wilayah Provinsi Bengkulu, dengan menggunakan data runtun waktu (data series) selama sembilan tahun yaitu sejak tahun 2011 s.d 2019. 

Data-data variable yang diolah terdiri dari variabel independen berupa opini_bpk, ahh, ahls, ak, gk, pad, pdrb, pdrb_pk, pe, peng_kapita, pengangguran, pma, pmdn, realisasi_apbd, total_pendapatan, tpak, tpt, dan ump sedangkan ipm adalah variabel dependen. Dari uji korelasi ini, akan diperoleh signifikansi korelasi jika memiliki nilai korelasi di atas 0.80. 

Berikutnya dilakukan analisis statistik deskriptif, untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari masing-masing variabel penelitian yaitu opini_bpk, ahh, ahls, ak, gk, pad, pdrb, pdrb_pk, pe, peng_kapita, pengangguran, pma, pmdn, realisasi_apbd, total_pendapatan, tpak, tpt, dan ump sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini dan ipm sebagai variabel respon atau dependen. Statistik deskriptif memperlihatkan nilai minimum, maximum, mean dan standar deviasi.

Dari 18 variabel independen terhadap 1 variabel dependen yang ada, ditentukan menggunakan 8 variabel (1 variabel dependen yaitu IPM yang menjadi komponen kesejahteraan masyarakat dalam kaitannya dengan salah satu variabel independen yaitu Opini BPK sebagai target dalam penelitian ini dan 7 variabel independen yang terdiri dari OPINI BPK, PENG KAPITA, PENGANGGURAN, PAD, PMA, PRDB_PK dan TPT), hal ini merupakan hasil dari pengujian yang dilakukan dalam menentukan variabel independen OPINI BPK sebagai variabel bebas dalam mempengaruhi hasil dari variabel dependen atau respon yaitu IPM secara signifikan sebagai tujuan dilakukannya penelitian ini.

Penentuan metode estimasi regresi data panel dengan Fixed Effect Model (FEM) dilakukan setelah melalui pengujian baik Uji Chow (Common Effect Model vs Fixed Effect Model) maupun Uji Hausman (Fixed Effect Model vs Random Effect Model). Prosedur berikutnya adalah melakukan uji kebaikan model FEM tadi melalui uji auto korelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas dan uji normalitas.  

Analisis regresi data panel bertujuan guna menguji seberapa berpengaruh variabel-variabel independen yang terdiri dari opini_bpk, pad, pdrb_pk, peng_kapita, pengangguran, pma, dan tpt terhadap ipm sebagai variabel dependen dengan 10 kab/kota sebagai sampel dalam kurun waktu 9 tahun (2011-2019).

Interpretasi hasil penelitian pengaruh Opini BPK terhadap kesejahteraan masyarakat di 10 pemerintah daerah Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Bengkulu periode 2011-2019 adalah sebagai berikut:

Pertama, Pengaruh Opini_BPK terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t Opini_BPK berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.0476). Nilai signifikansi variabel Opini_BPK menunjukkan nilai di bawah tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial Opini_BPK ini memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai positif menyatakan ketika Opini_BPK naik satu satuan maka IPM juga akan naik 0,15 satuan. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika semakin sering suatu pemerintah daerah memperoleh opini WTP dari BPK maka akan meningkatkan angka IPM yang berarti kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah dan juga seluruh pemerintah daerah yang berlomba-lomba dalam mengelola keuangan sebaik mungkin dalam rangka meraih opini WTP dari BPK yang juga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Kedua, Pengaruh Peng_Kapita terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t Peng_Kapita berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.0000). Nilai signifikansi variabel Peng_Kapita menunjukkan nilai di bawah tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial Peng_Kapita ini memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai positif menyatakan ketika Peng_Kapita naik satu satuan maka IPM juga akan naik 3,42 satuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meylina dan Maryani (2013), yang menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap IPM. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika pengeluaran perkapita suatu pemerintah daerah meningkat maka akan meningkatkan angka IPM yang berarti kesejahteraan masyarakat juga meningkat.

Ketiga, Pengaruh Pengangguran terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t Pengangguran tidak berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.6014). Nilai signifikansi variabel Pengangguran menunjukkan nilai di atas tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial Pengangguran ini tidak memiliki pengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizki Nurfadhli dan Rohmi Irjaya (2017), yang menjelaskan bahwa Pengangguran tidak berpengaruh terhadap IPM. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika jumlah pengangguran meningkat atau menurun pada pemerintah daerah di Provinsi Bengkulu pada kurun waktu 2011-2019 maka tidak berpengaruh signifikan terhadap angka IPM yang berarti tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Tetapi pengangguran akan ikut memberi pengaruh terhadap IPM jika digabungkan dengan variabel lain seperti Opini BPK, PAD, PDRB_PK, TPT dan Peng_kapita serta PMA.

Keempat, Pengaruh PAD terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t PAD berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.0000). Nilai signifikansi variabel PAD menunjukkan nilai di bawah tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial PAD ini memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai positif menyatakan ketika PAD naik satu satuan maka IPM juga akan naik 1,73 satuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012), yang menjelaskan bahwa PAD berpengaruh positif signifikan terhadap IPM. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika angka PAD suatu pemerintah daerah meningkat maka akan meningkatkan angka IPM yang berarti kesejahteraan masyarakat juga meningkat pada kurun waktu 2011-2019 di Provinsi Bengkulu. Hal ini sejalan dengan teori bahwa semakin mandiri suatu pemerintah daerah maka akan semakin sejahtera masyarakatnya.

Kelima, Pengaruh PMA terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t PMA berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.0390). Nilai signifikansi variabel PMA menunjukkan nilai di bawah tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial PMA ini memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai negatif menyatakan ketika PMA naik satu satuan maka IPM akan turun 5,01 satuan. Hasil regresi menggambarkan pengaruh negatif dari PMA yang dapat disimpulkan bahwa ketika angka PMA meningkat pada pemerintah daerah kab/kota di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu tahun 2011-2019 maka akan menurunkan angka IPM yang berarti kesejahteraan masyarakat justru menurun ketika PMA mengalami kenaikan. Hal ini bertolak belakang dengan dengan teori bahwa semakin besar angka PMA di suatu daerah maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah ditelusuri, hal ini terjadi dikarenakan ada sebagian pemerintah daerah dalam periode tersebut yang PMA nya bernilai 0.

Keenam, Pengaruh PDRB_PK terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t PDRB-PK berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.0070). Nilai signifikansi variabel PDRB_PK menunjukkan nilai di bawah tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial PDRB_PK ini memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai positif menyatakan ketika PDRB_PK naik satu satuan maka IPM juga akan naik 0,15 satuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016), yang menjelaskan bahwa PDRB_PK/PDRB berpengaruh positif signifikan terhadap IPM. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika angka PDRB_PK suatu pemerintah daerah meningkat maka akan meningkatkan angka IPM yang berarti kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Hal ini sejalan dengan teori bahwa semakin tinggi angka PDRB_PK suatu pemerintah daerah maka akan semakin sejahtera masyarakatnya.

Ketujuh, Pengaruh TPT terhadap IPM, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dengan uji t TPT tidak berpengaruh terhadap IPM, dan pengaruhnya sebesar (0.7923). Nilai signifikansi variabel TPT menunjukkan nilai di atas tingkat signifikan yang ditetapkan sebesar < 5% (a = 0,05) yang artinya bahwa secara parsial TPT ini tidak memiliki pengaruh terhadap IPM, dengan nilai koefisien bernilai positif menyatakan ketika TPT naik satu satuan maka IPM juga akan naik satu satuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizki Nurfadhli (2017) dan Rohmi Irjaya (2017), yang menjelaskan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tidak berpengaruh terhadap IPM. dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa ketika TPT meningkat atau menurun pada pemerintah daerah di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu tahun 2011-2019 maka tidak akan berpengaruh terhadap angka IPM yang berarti tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Tetapi TPT akan ikut memberi pengaruh terhadap IPM jika digabungkan dengan variable lain seperti Opini BPK, PAD, PDRB_PK, Pengangguran dan Peng_kapita serta PMA.

Demikian hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagai penutup, berdasarkan hasil pembahasan, pengolahan dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa variable independen Opini BPK berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu. Sedangkan variable independen lainnya yakni, PAD, PDRB Per Kapita, Jumlah Pengangguran, Penanaman Modal Asing, dan Tingkat Pengangguran Terbuka, berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu secara bersama-sama. 

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis menyarankan agar pemerintah daerah di Provinsi Bengkulu tetap mempertahankan kinerja LKPD dengan Opini WTP karena dapat meningkatkan IPM. Selain itu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Per Kapita, PDRB Per Kapita dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai salah satu stimulus perekonomian di Provinsi Bengkulu.

Kirim Komentar

0 Komentar