Pusat Data Nasional dan Potensi Peningkatan Kualitas Anggaran

16 November 2021, Penulis : Agung Lestanto Notosoediro Raden

Perkembangan teknologi digital pada beberapa tahun terakhir sangat masif, dan memberikan pengaruh kepada proses interaksi manusia. Perkembangan platform digital memberikan beragam kemudahan bagi masyarakat luas dalam memfasilitasi aktivitas atau kegiatan, serta membuka lapangan pekerjaan yang lebih fleksibel bagi masyarakat. Demikian juga dalam penyelenggaraan bernegara, pemanfaatan teknologi menjadi hal yang semakin diperhatikan dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. 

Pengaturan terkait layanan Pemerintah kepada publik melalui teknologi informasi, termasuk teknologi digital, telah dilandasi melalui pasal 23 undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta Perpres nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, diatur bahwa untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan maka diperlukan pengelolaan data yang terintegrasi. Kemudian, hal ini ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan melakukan reformasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang saat ini menjadi bagian prioritas pembangunan Pemerintah. Pandemi Covid-19, yang direspon oleh Pemerintah a.l. melalui kebijakan social distancing dan pembatasan interaksi fisik, secara tidak langsung telah “memaksa” institusi Pemerintah untuk mempercepat dalam penyediaan layanan publik kepada stakeholder, termasuk layanan kepada masyarakat.

Sebagai upaya dalam reformasi di bidang TIK, Pemerintah akan membangun pusat data nasional di empat titik lokasi, yaitu di Bekasi Jawa Barat, Batam Kepulauan Riau, Ibu Kota baru di Kalimantan Timur, dan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Hal ini mempertimbangkan implementasi dari kebijakan redudansi atau duplikasi penyimpanan data yang sama secara berulang dalam beberapa file sebagai langkah back up data. Dengan adanya Pusat Data Nasional tersebut, diharapkan implementasi electronic Government atau SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) dapat berjalan mulus.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkap bahwa saat ini berbagai instansi baik di pusat (K/L) dan pemda memiliki lebih dari 2.700 pusat data. Namun demikian, sebagian besar belum memenuhi standar global, hanya 3 persen pusat data saja yang telah memnuhi standar global. Banyaknya pusat data tersebut juga berimbas kepada tingkat inefisiensi pemanfaatannya, dengan penjelasan berikut.

Pertama, semakin banyak pusat data berkorelasi positif dengan besarnya alokasi anggaran yang diperlukan setiap tahunnya. Kementerian Kominfo memperkirakan kebutuhan anggaran pengelolaan pusat data tersebut mencapai lebih dari Rp10,8 triliun setiap tahunnya, yang terdiri dari biaya operasional pusat data mencapai Rp8,1 triliun dan biaya operasional aplikasi sekitar Rp2,7 triliun. Kedua, potensi inefisiensi anggaran dengan adanya redudansi data yang sama namun dikelola oleh beberapa instansi Pemerintah, mengingat terdapat instansi yang menjalankan tusi yang beririsan. Ketiga, adanya potensi inkonsistensi data karena untuk data yang sama yang dikelola oleh beberapa instansi sangat mungkin metodologi pengumpulan data serta data clearance nya berbeda. Keempat, akses instansi lain serta pengguna layanan, termasuk masyarakat menjadi tidak optimal, baik dari sisi waktu dan upaya yang dilakukan, karena bisa jadi informasi yang diperlukan terpisah-pisah bahkan tidak terinfokan secara jelas ke mana layanan tersebut bisa didapatkan. 

Dengan pembangunan pusat data nasional serta implementasi kebijakan SPBE dan Satu Data Indonesia, setidaknya ada beberapa manfaat bagi Pemerintah. Pertama, meskipun biaya untuk pembangunan pusat data nasional relatif besar, namun dengan implementasi kebijakan tersebut seharusnya secara bertahap dapat mengefisienkan kebutuhan biaya operasional pengelolaan pusat data di K/L dan pemda. Kedua, terdapat kejelasan terkait dengan pihak penyedia data, kapan tersedianya, serta validitas data (meta data serta memenuhi standar yang ditetapkan). Ketiga, efisiensi penggunaan sumber daya dalam penyediaan data, termasuk efisiensi waktu. Ketiga, akses bagi layanan data stakeholder data tersebut, baik instansi Pemerintah (K/L dan pemda), dunia usaha, akademisi, serta masyarakat umum tentunya akan semakin mudah dan sistematis.

Selain itu, dengan penerapan pusat data nasional sangat dimungkinkan Pemerintah untuk melakukan evaluasi berbagai program dengan lebih efisien, komprehensif, dan terjadwal. Misalnya saja terkait dengan kebijakan sinergi program perlindungan sosial dan subsidi, yang saat ini ditangani oleh berbagai K/L dengan sebagian diantaranya memanfaatkan data yang dikelola oleh masing-masing K/L. Dengan pemanfaatan Satu Data Indonesia, maka berbagai program bantuan sosial di K/L seperti program keluarga harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Subsidi listrik, serta Subsidi LPG dapat dievaluasi secara komprehensif, baik dari ketepatan sasaran penerima manfaat program masing-masing program, kesesuaian besaran manfaat, pemetaan kelompok yang menerima berbagai banyuan sosial dan subsidi, serta tracking “lulusan” penerima bansos dan subsidi untuk kemudian diintegrasikan ke dalam berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk akses kepada permodalan.

Seiring dengan pembangunan pusat data nasional dan juga implementasi integrasi data ke dalam Satu Data Indonesia, Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan literasi digital masyarakat dengan target sebanyak 12,5 juta orang setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2024 diharapkan setidaknya 50 juta masyarakat Indonesia telah teredukasi serta memiliki kemampuan digital. Mempertimbangkan keterbatasan kapasitas fiskal Indonesia paska pandemi Covid-19, reformasi di bidang TIK antara lain melalui pembangunan pusat dan implementasi Satu Data Indonesia tentunya berpotensi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan anggaran, baik melalui belanja K/L maupun melalui pemda (APBD).        

 

Sumber:

  1. Artikel dan berita pada laman Kementerian Komunikasi dan Informasi diakses pada minggu pertama Juni 2021.

https://aptika.kominfo.go.id/2021/04/dirjen-aptika-spbe-satukan-2700-pusat-data-instansi-pemerintah/ 

https://aptika.kominfo.go.id/2020/07/menkominfo-implementasikan-spbe-pemerintah-butuh-pusat-data-nasional/ 

https://aptika.kominfo.go.id/2021/04/menkominfo-umumkan-empat-lokasi-pusat-data-nasional/#:~:text=Kementerian%20Kominfo%20merencanakan%20akan%20membangun,Labuan%20Bajo%20Nusa%20Tenggara%20Timur.&text=Rencananya%2C%20pembangunan%20pusat%20data%20nasional,dilakukan%20mulai%202022%20hingga%202025

  1. Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2021. Kementerian Keuangan.
  2. Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
  3. Peraturan Presiden nomor 95 tahun tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
  4. Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Kirim Komentar

0 Komentar