PNBP, The Rising Star Of APBN

27 Desember 2021, Penulis : Reny

Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin hari penerimaan negara yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) semakin menunjukkan pesonanya. Walaupun  nilai nominalnya masih jauh dari penerimaan pajak, namun eksistensinya terbukti ditengah terpukulnya perekonomian dunia dan juga nasional karena pandemik Covid-19.  Semangat dan konsistensi PNBP terlihat dari melesatnya penerimaan di Tahun 2021 setelah sempat ambruk di Tahun 2020.  Tercatat sampai dengan akhir November 2021 penerimaan negara sumber PNBP telah melampaui target sebesar 121% atau mencapai penerimaan sebesar Rp.361,14T dari target Rp.298,20T. 

Awal reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dimulai sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP. Hal tersebut merupakan langkah besar setelah 21 tahun sejak 1997 tidak ada perubahan regulasi PNBP.  Dalam periode dua dekade, UU No. 9/2018 diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat untuk langkah perbaikan di masa depan. Langkah-langkah reformasi PNBP berlanjut di tahun 2020 dan 2021. Pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU No. 9/2018 mulai fokus dilaksanakan, sampai akhirnya di akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 dihasilkan empat Peraturan Pemerintah Turunan UU No. 9/2018 beserta dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) turunan keempatnya. Empat Peraturan Pemerintah tersebut adalah PP No. 01/2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan PNBP, PP No. 69/2020 tentang Tata Cara Penetapan tarif atas Jenis PNBP, PP No. 59/2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian KKP PNBP, serta PP No. 58/ 2020 tentang Pengelolan PNBP. 

Selain dalam hal regulasi, bentuk-bentuk penyempurnaan pengelolaan PNBP juga dilaksanakan dibidang lainnya. Dari mulai pemanfaatan sistem informasi, berbagai inovasi, penyesuaian target dan juga penyempurnaan SOP telah dilaksanakan.

Untuk menyeimbangkan penerimaan negara dari sektor pajak yang belum sepenihnya pulih, PNBP digenjot dari berbagai sumber, ini terbukti dengan terlewatinya target di seluruh Jenis PNBP sebelum Tahun Anggaran berakhir. Sesuai data yang terdapat dalam Single Source Database (SSD) PNBP Direktorat Jenderal Anggaran, pada akhir November 2021 pendapatan PNBP terbesar diperoleh dari Jenis PNBP Lainnya (Rp.109T) diikuti oleh PNBP dari Sumber Daya Alam (Rp.104T). Pada periode-periode sebelumnya, PNBP SDA selalu memberi kontribusi terbesar dalam pendapatan PNBP, namun seiring dengan semakin menipisnya persediaan Minyak dan Gas Bumi serta dipengaruhi oleh harga minyak dunia ditambah pandemi Covid-19 yang sedang merebak, maka persentase penerimaan PNBP SDA merosot tajam.dari tahun ke tahun.  Walaupun demikian PNBP dari Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) menunjukkan kenaikan yang luar biasa, dimana untuk Tahun 2021 mencapai angka Rp. 97T. Nilai tersebut merupakan pendapatan tertinggi dalam kurun waktu 10 Tahun terakhir melalui PNBP BLU.  Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan tersebut antara lain karena semakin banyaknya instansi/lembaga yang berubah status menjadi BLU serta adanya penyesuaian tarif PNBP yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini.

Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Anggaran sebagai Unit In charge pengelolaan PNBP bersinergi dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam hal monitoring dan evaluasi pelaksanaan PNBP. Pelaksanaannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan NOMOR 262/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan tanggal 04 Januari 2017.  Pada Pasal 3 huruf H disebutkan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menyelenggarakan fungsi monitoring dan evaluasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Terlibatnya Kanwil Ditjen Perbendaharaan selama kurun waktu 5 tahun ini juga menjadi faktor pemicu meningkatnya kontribusi PNBP dalam penerimaan negara khususnya dari PNBP lainnya. Kementerian/Lembaga penghasil PNBP menjadi objek monev dan pembinaan dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan di tiap Provinsi.   Pelaksanaanya diadakan setiap semester serta dilaporkan ke Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan untuk diteruskan ke Ditjen Anggaran.  Hasil Monev, identifikas masalah dan rekomendasi yang terdapat dalam laporan inilah yang menjadi salah satu acuan guna menentukan langkah-langkah strategis maupun penyusunan regulasi pengelolaan PNBP selanjutnya.

Dari ketiga sumber penerimaan negara yaitu Pajak, PNBP maupun Hibah, sebagian besar masyarakat Indonesia awam dengan istilah Pajak, namun tidak dengan PNBP.  Walaupun kenyataannya PNBP sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, masyarakat belum “ngeh” bahwa dana yang mereka bayarkan merupakan penerimaan negara dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara.  Misalkan  pembayaran biaya uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang sudah menjadi Badan Layanan Umum, pembayaran biaya pendaftaran nikah di KUA, pembayaran biaya pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Kepolisian dan masih banyak lagi.  Ketidakpahaman tentang PNBP membuat sebagian masyarakat berpikir negatif pada petugas atau institusi pemungut PNBP, contoh pengamanan oleh anggota kepolisian di perbankan maupun di objek wisata tertentu.  Masih ada saja orang yang menganggap bahwa aparat kepolisian tersebut sedang mencari “seseran” , padahal kegiatan tersebut merupakan tusi dari Direktorat Pengamanan Objek Vital (Ditpamobvit) pada Kepolisian.  Melalui Akun 425276, maka penerimaan Pendapatan Pengamanan Obyek Vital dan Obyek tersebut menjadi PNBP yang disetorkan ke kas negara.

Harus diakui bahwa kurang populernya PNBP tidak lepas dari kurangnya publikasi maupun edukasi pada masyarakat umum.  Publikasi hanya ditampilkan pada loket-loket instansi pemerintah yang memberi layanan kepada masyarakat, misalnya saja di loket layanan pembuatan SIM di kepolisian, maka masyarakat yang datang untuk membuat SIM dapat melihat daftar tarif PNBP yang tertera disana beserta regulasi yang menjadi dasar pungutan sampai kepada mekanisme penyetoran biayanya. Begitu juga dengan edukasi, masih dilakukan di lingkungan terbatas, misalkan di lingkungan satuan kerja PNBP maupun dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi dengan peserta yang berhubungan langsung dengan PNBP.

Berdasarkan hal tersebut dan dalam upaya peningkatan pendapatan melalui PNBP, maka perlu disusun strategi untuk memperkenalkan PNBP pada masyarakat luas.  Meniru .apa yang sudah dilaksanakan pada sektor perpajakan, maka ada baiknya dilakukan sosialisasi secara masif terkait PNBP.  Misalkan melakukan kegiatan lomba membuat Jargon PNBP, mengadakan iklan layanan masyarakat, berinovasi dalam edukasi PNBP sehingga pada akhirnya masyarakat umum tidak hanya sekedar tahu namun juga paham tentang PNBP serta diharapkan akan timbul rasa cinta pada negara lewat andilnya mendukung pembangunan melalui PNBP. 

Masyarakat Indonesia perlu mengerti bahwa mereka telah mendukung pembangunan bangsa ketika mereka menggunakan layanan atau fasilitas yang menghasilkan PNBP.  Jika hal tersebut telah terwujud maka contoh kondisi ideal yang diharapkan adalah  turunnya angka kendaraan yang terlambat memperpanjang STNK, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mendaftarkan perkawinan/status perkawinannya ke Kantor Urusan Agama (KUA), meningkatnya penggunaan Gedung/lokasi/tempat wisata dalam penyelenggaraan acara resepsi, Photo Shooting untuk pre-wedding maupun acara lainnya. Contoh kondisi lainnya yang diharapkan adalah masyarakat mulai memperhitungkan Lembaga Penyiaran Publik seperti TVRI maupun RRI untuk pemasangan iklan usahanya.

Menjelang tahun 2022, hal lain yang diperkuat adalah sinergi antar pemangku kepentingan di bidang PNBP untuk menjadikan PNBP sebagai sektor penerimaan negara yang semakin diandalkan dalam menunjang kemajuan bangsa.

 

(Reny - Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali)

Kirim Komentar

0 Komentar