Perlunya Integritas Inspektorat Daerah dalam Mengawal APBD

06 Januari 2022, Penulis : Irfan Sofi

Keberhasilan suatu daerah untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak lepas dari peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau Inspektorat Daerah. Peran Inspektorat Daerah sebagai pengawal dalam proses pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memerlukan integritas yang tinggi untuk dapat menghasilkan suatu hasil reviu yang baik. Dalam menjalankan tugasnya, Inspektorat Daerah juga dituntut untuk lebih profesional dengan tanpa melihat beban berat yang ditanggungnya dengan banyaknya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang harus didampingi. Bahkan saat ini, tugas Inspektorat Daerah bertambah dengan adanya pengawasan terhadap pelaksanaan Dana Desa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Saat ini dalam penyaluran beberapa jenis Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga mempersyaratkan laporan yang telah dilakukan reviu oleh Inspektorat Daerah. Sebagai contoh, syarat penyaluran Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.07/2019. Hasil reviu ini yang akan disampaikan untuk persyaratan penyaluran dana transfer tersebut. Disinilah integritas Inspektorat Daerah diperlukan, jangan sampai Inspektorat Daerah mengorbankan integritasnya dengan memberikan reviu baik walaupun sebenarnya kurang baik. 

Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar integritas Inspektorat Daerah meningkat, yaitu sebagai berikut:

Struktur Organisasi

Penguatan struktur organisasi Inspektorat Daerah sangat diperlukan untuk memberikan posisi seimbang dengan yang akan diawasi dalam hal ini Sekretaris Daerah serta SKPD. Saat ini, inspektur provinsi merupakan eselon 2a sedangkan sekretaris daerah merupakan eselon 1b sedangkan inspektur pada kabupaten/kota merupakan eselon 2b sedangkan sekretaris daerahnya merupakan eselon 2a. Jika mengacu pada organisasi pada kementerian/lembaga dimana kedudukan eselonisasi inspektorat sama dengan sekretaris jenderal dan direktorat jenderal, maka seharusnya di daerah juga dapat dilakukan hal yang sama.

Namun saat ini, untuk memberikan penguatan pada organisasi Inspektorat Daerah diberikan penguatan fungsi dengan adanya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) diatas SKPD yang lain. Pemberian TPP terhadap Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Daerah mengacu kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900-4700 Tahun 2020. Dengan pemberian TPP yang lebih tinggi karena beban kerja yang diembannya dapat lebih meningkatkan kinerja pegawai Inspektorat dengan integritas yang tinggi.

Anggaran

Pelaksanaan tugas yang banyak, perlu adanya dukungan anggaran agar dapat berjalan dengan baik dan target output tercapai. Selama ini anggaran yang diperlukan untuk melakukan reviu dan pemantauan atas pelaksanaan beban APBD atau APBDes sangat minim dan dirasa sangat kurang. Dalam prakteknya, ada juga penganggaran reviu dan pemantauan ada di DPA SKPD teknis. Hal ini memungkinkan terjadinya “conflict of interest” atau konflik kepentingan karena ada rasa tidak nyawan atau tidak enak dalam proses pelaksanaan reviu. 

Mulai Tahun Anggaran 2020, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 diberlakukan batas minimal alokasi anggaran untuk pengawasan internal atau inspektorat di Pemerintah Daerah. Pemerintah provinsi dengan besaran APBD sampai dengan Rp4 triliun maka minimal 0,9 persen dialokasikan untuk pengawasan daerah. Sedangkan untuk provinsi dengan besaran APBD di atas Rp4 triliun sampai dengan Rp10 triliun, maka setidaknya harus mengalokasikan 0,6 persen untuk pengawasan. Selanjutnya untuk provinsi yang APBD-nya di atas Rp10 triliun maka minimal anggaran pengawasan sebesar 0,3 persen.

Sementara untuk pemerintah kabupaten/kota untuk APBD sampai dengan Rp1 triliun setidaknya dialokasikan 1 persen untuk pengawasan. Kabupaten/kota dengan APBD di atas Rp1 triliun sampai dengan Rp2 triliun maka anggaran pengawasan minimal 0,75 persen dari total belanja. Untuk daerah dengan APBD di atas Rp2 triliun maka sekurang-kurangnya 0,5 persen dari total belanja untuk pengawasan.  Berdasarkan data APBD Tahun 2018 dari Ditjen Perimbangan Keuangan, rata-rata persentase pagu Inspektorat Provinsi 0,62 persen total APBD sedangkan untuk Inspektorat Kabupaten/Kota rata-ratanya sebesar 0,48 persen. Dengan anggaran yang cukup diharapkan dapat meningkatkan integritas inspektorat dalam melaksanakan tugasnya dan mampu memberikan hasil reviu yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan APBD di daerah.

Sumber Daya Manusia

Besarnya cakupan penugasan yang diberikan kepada Inspektorat Daerah diperlukan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Apalagi saat ini beban tersebut bertambah dengan adanya Dana Desa yang diberikan kepada seluruh desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebagai contoh Pemerintah Kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan, berdasarkan informasi dari pihak Inspektorat Daerah dengan SDM yang berjumlah 28 orang telah melaksanakan reviu pelaksanaan Dana Desa untuk seluruh desa di Kab. Enrekang yang berjumlah 122 desa yang berasal dari 8 Kecamatan selain melakukan reviu pada SKPD yang ada. Berbeda dengan Pemerintah Kabupaten Pati di Jawa Tengah yang memiliki desa jauh lebih banyak yaitu 401 desa, pada tahun 2019 Inspektorat Daerah hanya melakukan reviu atas pelaksanaan Dana Desa sebanyak 102 desa atau hanya mencapai 25,43 persen dari seluruh jumlah desa yang ada pada 21 kecamatan. Untuk menjangkau keseluruhan desa maka diperlukan tambahan SDM pada Inspektorat Daerah. 

Selain jumlah SDM yang memadai untuk menjangkau cakupan penugasan, perlu juga diperhatikan peningkatan kapasitas SDM pada Inspektorat Daerah. Dengan alokasi anggaran yang memadai sesuai Kepmendagri yang ada sehingga mampu untuk mengadakan bimbingan teknis sendiri atau dengan mengirimkan pegawai untuk mengikuti kegiatan untuk menambah kompetensi pengetahuan serta keterampilan yang mendukung pekerjaannya. Peningkatan kapasitas merupakan sesuatu yang penting bagi seorang pengawas karena agar dapat mengikuti perkembangan peraturan-peraturan yang baru. 

Integritas merupakan salah satu kunci untuk menjadikan unit Inspektorat Daerah berkembang sebagai organisasi yang disegani pada lingkungan Pemerintah Daerah. Kepercayaan stakeholder kepada kinerja pelaksanaan hasil reviu akan lebih meningkat dan hasil reviu akan jauh lebih berkualitas untuk dapat membantu mempertahankan hasil yang sudah baik atau meningkatkan hasil menjadi baik atas pemeriksaan LKPD oleh BPK.

Kategori: DJPK

Tag: ##djpk ##apbd

Kirim Komentar

0 Komentar