Pembetulan SPT vs Daluwarsa Penetapan

07 Desember 2023, Penulis : Aulia Irfan Mufti

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa kedaluwarsa (bentuk baku dari kata ‘daluwarsa’) memiliki tiga makna yang berbeda satu sama lain, namun memiliki kesamaan tujuan penggunaan yaitu untuk menjelaskan saat terlampauinya suatu batas waktu tertentu. Dengan demikian kata kedaluwarsa atau daluwarsa seringkali menjadi tanda penting yang harus diperhatikan dalam keseharian, termasuk dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. 


Sistem self assessment yang dianut dalam hukum administrasi perpajakan Indonesia mewajibkan Wajib Pajak untuk melaporkan dan membayarkan pajak-pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan tanpa menggantungkan pada adanya surat ketetapan yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan Indonesia. Wajib Pajak dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara mandiri tanpa perlu menunggu adanya intervensi otoritas perpajakan di Indonesia. Ini menandakan urgensi dari prinsip kepatuhan perpajakan secara sukarela dari Wajib Pajak. 

 

Lebih lanjut lagi Wajib Pajak juga diberikan hak untuk membetulkan SPT yang telah disampaikan sepanjang SPT tersebut belum dilakukan pemeriksaan atau apabila pembetulan SPT tersebut menyatakan rugi atau lebih bayar maka pembetulan SPT masih dapat dilakukan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Pertanyaan kuncinya adalah, apa itu daluwarsa penetapan?

 

Arti Daluwarsa Penetapan dalam Hukum Administrasi Perpajakan Indonesia 

Penting untuk dipahami bahwa keberadaan sistem self assessment dalam hukum administrasi perpajakan Indonesia tidaklah menghilangkan hak otoritas perpajakan untuk menetapkan besaran pajak-pajak terutang bagi Wajib Pajak. Fiskus tentunya tetap memiliki hak untuk menetapkan besaran pajak-pajak terutang bahkan mengoreksi jumlah pajak yang telah dilaporkan Wajib Pajak melalui prosedur pemeriksaan. 

 

Namun demikian untuk memberikan kepastian hukum terkait hal tersebut, Pasal 13 ayat (1)  Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan secara tegas menyatakan bahwa hak fiskus untuk melakukan penetapan atas besarnya pajak-pajak terutang yang harus dibayar Wajib Pajak dibatasi hanya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Jangka waktu tersebut itulah yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan. 

 

Kehadiran daluwarsa penetapan dalam hukum administrasi perpajakan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, tidak hanya bagi Wajib Pajak tetapi juga bagi fiskus. Daluwarsa penetapan memberikan insentif yang kuat kepada fiskus agar menerapkan rencana pemeriksaan yang matang dan berlandaskan pada asas prioritas mengingat jumlah pemeriksa yang tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak yang diperiksa. Ketiadaan daluwarsa penetapan akan berujung pada tingginya biaya kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini justru dapat mencederai semangat kepatuhan sukarela yang sebenarnya diimpikan selama ini. 

Lebih lanjut lagi suatu saat ada kawan yang memiliki pertanyaan yang menarik. Pertanyaannya kurang lebih seperti ini. 

“Bukankah daluwarsa penetapan dalam Undang Undang KUP hanya mengikat pada kewenangan fiskus semata? Jadi Wajib Pajak sebenarnya tetap dapat membetulkan SPT meskipun daluwarsa penetapan telah terlampaui sepanjang SPT tersebut bukan rugi atau lebih bayar dan belum pernah diperiksa” 

Benarkah seperti itu? 

Pembetulan SPT vs Daluwarsa Penetapan 

Pertanyaan diatas menjadi penting karena apabila hak Wajib Pajak dalam membetulkan SPT benar tidak terbatas maka kepastian hukum yang dituju dari hukum administrasi perpajakan di Indonesia akan tidak tercapai karena level playing field yang tidak seimbang antara fiskus dan Wajib Pajak. 

Pembuat Undang-Undang sudah mengantisipasi hal ini dengan menyisipkan Pasal 13 ayat (4) pada Undang-Undang KUP. Pasal tersebut menegaskan bahwa untuk SPT yang tidak pernah diterbitkan ketetapan sampai dengan daluwarsa penetapan terlampaui maka SPT yang disampaikan tersebut menjadi pasti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.  

Ini menandakan bahwa jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan dalam SPT pada hakekatnya telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga SPT yang disampaikan tersebut berubah menjadi sebuah ketetapan yang tetap dan tidak akan diubah (rampung). Adanya pasal tersebut menegaskan mengenai keseimbangan level playing field antara fiskus dan Wajib Pajak dalam administrasi pembayaran, penyetoran, dan pelaporan perpajakan di Indonesia. 

Dengan demikian apabila terdapat penyampaian SPT Pembetulan atas masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang telah terlampaui daluwarsa penetapannya dan atas pembetulan tersebut Wajib Pajak menyampaikan pemindahbukuan atas kelebihan bayar tersebut, otoritas pajak harus menyampaikan bahwa SPT Pembetulan tersebut dianggap tidak disampaikan sehingga permohonan pemindahbukuannya pun secara otomatis ditolak. 

 

 *) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Kirim Komentar

0 Komentar