Pembangunan Zona WBK: Sebuah Upaya Nyata, Atau Sekedar Retorika?

22 November 2021, Penulis : Windu Setiandanu

Dewasa ini banyak diantara kita yang familiar dengan berbagai macam publikasi tentang pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (ZI WBK/WBBM) pada Instansi Pemerintah.

 

Fenomena maraknya publikasi terkait pembangunan ZI WBK/WBBM tersebut tak pelak menimbulkan rasa penasaran, beberapa pertanyaan terbesit dalam pikiran seperti apa sih pembangunan zona integritas WBK/WBBM, dan apa pengaruhnya buat masyarakat?. 

 

Reformasi birokrasi di Indonesia dimulai sejak tahun 2009, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya untuk percepatan impelementasi reformasi birokrasi agar dapat dirasakan oleh masyarakat, Kementerian PAN RB menerbitkan PermenPAN RB No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM di Lingkungan Instansi Pemerintah, terbaru PermenPAN RB No. 10 Tahun 2019 tentang perubahan atas PermenPAN RB No. 52 Tahun 2014.

 

Kembali ke pengertian apa sih ZI WBK/WBBM?. ZI WBK/WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan pada Instansi Pemerintah yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik. 

 

Perkembangan ZI WBK/WBBM

Instansi Pemerintah yang menyandang predikat WBK/WBBM terus meningkat. Pada tahun 2020, sebanyak 763 unit kerja mendapatkan predikat WBK serta WBBM dari Kementerian PAN RB, dengan rincian sebanyak 681 unit kerja ditetapkan sebagai WBK, dan 82 unit kerja ditetapkan sebagai WBBM. Dalam rentang waktu tahun 2016 hingga 2020, perkembangan serta  tren pengusulan unit kerja meningkat pesat dengan total 7.583 usulan, adapun unit kerja yang memperoleh predikat WBK/WBBM sejak periode tahun 2016 hingga 2020 sebanyak 1.459 unit memperoleh predikat WBK, dan 139 unit memperoleh predikat WBBM. 

 

Data Kementerian PAN RB, pada tahun 2020 menyebutkan, untuk level K/L pada  Pemerintah Pusat, sebaran Instansi Pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 85,54% (71 dari 83 K/L), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada K/L sebanyak 59,04% (49 dari 83 K/L). Untuk Pemerintah Daerah, pada level Pemerintah Provinsi, sebaran Instansi Pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 55,88% (19 dari 34 Provinsi), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada Provinsi sebanyak 23,53% (8 dari 34 Provinsi), sedangkan untuk level Pemerintah Daerah level Kabupaten/Kota sebaran Instansi Pemerintah yang mengusulkan WBK/WBBM sebanyak 28,94% (147 dari 508 kabupaten/Kota), dengan persentase keberhasilan tingkat perolehan predikat WBK/WBBM pada kabupaten/Kota sebanyak 7,68% (39 dari 508 kabupaten/Kota).

 

Dari data-data di atas terlihat bahwa tingkat partisipasi pembangunan ZI WBK/WBBM masih didominasi oleh Instansi Pemerintah K/L pada Pemerintah Pusat. Sementara pada Instansi Pemerintah Daerah terutama Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota  menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pengusulan ZI WBK/WBBM masih sangat rendah.

 

Timbul pertanyaan lanjutan, apakah tren meningkatnya pembangunan ZI WBK/WBBM pada Instansi Pemerintah telah berhasil mewujudkan reformasi birokrasi ke arah lebih baik?, apakah ZI WBK/WBBM telah berhasil menekan atau mengurangi kasus korupsi di Indonesia secara signifikan?

 

Data dan Fakta Kasus Korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan, sepanjang tahun 2020 terdapat 444 kasus korupsi, dengan jumlah tersangka sebanyak 875 orang dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 18,6 triliun. Tren kasus korupsi di Indonesia sejak tahun 2015 dapat dilihat dari 3 sisi yaitu, jumlah tersangka, jumlah kasus, dan nilai kerugian negara.  Jumlah tersangka korupsi mencapai puncaknya paling tinggi pada tahun 2017 sebanyak 1.298 orang, setelah itu mengalami penurunan hingga tahun 2019 menjadi sebanyak 580 orang, kemudian naik kembali pada tahun 2020 sebanyak 875 orang. Pada jumlah kasus relatif stagnan pada angka diantara 400 hingga 500 kasus per tahun, dengan jumlah kasus terendah sebanyak 271 kasus pada tahun 2019. Dari nilai kerugian negara, data menunjukkan tren yang meningkat dari waktu ke waktu sejak tahun 2015 sampai tahun 2020, nilai kerugian negara terendah pada tahun 2016 sebesar Rp. 1,45 triliun dan tahun 2020 adalah yang terbesar dengan kerugian negara mencapai Rp. 18,6 triliun.

 

Transparency International Indonesia (TII) merilis IPK atau corruption perception index (CPI) Indonesia tahun 2020, skor IPK Indonesia tahun 2020, berada di angka 37, skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang memperoleh angka 40. Ini membuat posisi Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai IPK nya. 

 

Harapan dan Tantangan

“Jauh panggang dari api”, mungkin inilah peribahasa yang tepat ,dengan semakin banyaknya Instansi Pemerintah yang memperoleh predikat WBK/WBBM, ternyata masih  berbanding lurus dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Ini merupakan tantangan yang harus menjadi perhatian oleh Kemeterian PAN RB selaku Tim Penilai dan Pembina ZI WBK/WBBM. Perlu review penentuan formula yang tepat pada proses penilaian ZI WBK/WBB. Pemberlakuan reward dan punishment terhadap Instansi yang telah memperoleh predikat WBK/WBBM untuk tetap menjaga good govenance.

  

Harapan kita bersama, bahwa predikat WBK/WBBM pada Instansi Pemerintah, bukan hanya sekedar menjadi “stempel” dan  jargon tanpa memberikan manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Peran serta seluruh elemen dibutuhkan, dimulai dari komitmen dari para Pimpinan sebagai "role model", kesadaran dari seluruh pegawai, hingga masyarakat yang paham dan peduli akan hak dan kewajibannya. Dengan sinergi berbagai elemen, cita-cita Negara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan amanat UUD ’45  bukan hal yang mustahil untuk dicapai.

Kategori: Tata Kelola

Tag: #

Kirim Komentar

0 Komentar