Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja

17 Mei 2022, Penulis : Josua Tommy Parningotan Manurung

Kasus Pelecehan Seksual di tempat kerja seperti fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan hanya sedikit dan banyak kasus tidak pernah terbuka sama sekali. Hal ini disebabkan kultur budaya di Indonesia bahwa kasus pelecehan seksual adalah aib dan akhirnya korban tidak berani untuk terbuka dan membawa kasus ini ke ranah hukum.

Memang, rata - rata korban pelecehan seksual adalah wanita, namun tidak dapat dipungkiri, bahwa pria juga ada yang mengalami pelecehan seksual. Pelaku pelecehan terhadap pria ataupun wanita ini dapat dilakukan oleh lawan jenis korban ataupun sesama jenis. Pelecehan seksual akan menimbulkan dampak, baik bagi korban maupun organisasi.

Dampak bagi Korban

Dampak yang ditimbulkan pelecehan seksual terhadap korban, tidak hanya pada fisik korban, namun juga pada kondisi psikologis korban. Korban akan mengalami rasa tidak aman dan tidak nyaman, takut, terintimidasi, merasa direndahkan martabatnya. Selain itu, korban juga akan merasa malu, tidak berdaya dan tidak percaya diri dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam pekerjaan, korban tidak fokus bekerja dan mengalami penurunan kinerja.

Kondisi ini tidak akan sembuh sendiri, dan proses pemulihan trauma fisik dan trauma mental korban akan berlangsung lama bahkan bisa seumur hidup. Trauma yang sering dialami korban tersebut adalah depresi dan Sindrom trauma perkosaan (Rape Trauma Syndrome/RTS).  

Proses pemulihan juga tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang melainkan harus dilakukan oleh profesional seperti psikolog dan/atau psikiater.

Dampak bagi Organisasi

Jika para pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan tidak memperhatikan masalah ini secara serius, maka akan terjadi konflik internal yang lebih besar seperti  penurunan pencapaian visi, misi, tugas dan fungsi organisasi dan membuat penurunan nama baik Kementerian Keuangan selaku instansi pelayanan publik. 

Selain itu, Kementerian Keuangan akan kehilangan sumber daya manusia karena korban akan menghindari lingkungan kerja di mana Pelecehan Seksual terjadi.

Bentuk Pelecehan Seksual

Kementerian Keuangan sudah menerbitkan Surat Edaran Menteri Keuangan nomor SE-36/MK.1/2020 Tentang Pencegahan Dan Dukungan Penanganan Pelecehan Seksual Di Lingkungan Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Keadilan Dan Kesetaraan Gender Lingkup Kementerian Keuangan. Dalam peraturan tersebut, terdapat contoh bentuk pelecehan seksual

Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual menurut surat edaran tersebut adalah :

Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja

Pelecehan Seksual merupakan salah satu bentuk tindakan diskriminatif yang

mengarah pada ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dan berpotensi terjadi di

lingkungan kerja. Perbuatan yang termasuk dalam Pelecehan Seksual, antara lain:

  1. menggunakan siulan;
  2. main mata;
  3. ucapan, candaan, atau komentar bernuansa seksual, termasuk yang terkait penampilan seseorang;
  4. menunjukkan materi pornografi dan/atau keinginan seksual;
  5. colekan dan/atau sentuhan pada bagian tubuh;
  6. gerakan tubuh atau isyarat yang bernuansa seksual; dan/atau
  7. bentuk perbuatan pemaksaan seksual lainnya, baik fisik maupun non fisik,

termasuk pelecehan yang dilakukan melalui media sosial, dan/atau media

komunikasi dalam bentuk apa pun.

Surat Edaran ini agar tidak menjadi tulisan semata, melainkan menjadi salah satu petunjuk penanganan masalah pelecehan seksual di lingkungan Kementerian Keuangan.

Saran penulis kepada pegawai Kementerian Keuangan, bila kita melihat seseorang sedang melakukan salah satu atau lebih perbuatan diatas, mari lapor melalui wise.kemenkeu.go.id. Kementerian Keuangan harus melindungi hak sebagai pelapor, saksi dan korban. 

Fenomena Speak Up di Media Sosial

Terjadinya fenomena Speak Up di media sosial akibat korban tidak memiliki rasa aman untuk mengadu di dunia nyata. Korban kekerasan seksual akhirnya memilih untuk  mengadu di dunia maya, salah satunya adalah media sosial. Untuk menyamarkan identitas mereka, mereka pun menggunakan akun anonymous, dimana para korban kekerasan seksual mulai menulis cuitan atas kejadian kekerasan yang dialaminya. Di satu sisi, awareness atau kesadaran tentang pentingnya isu kekerasan seksual semakin meningkat, namun di sisi lain terjadi perkembangan “ketidakpercayaan” masyarakat terhadap penegak hukum. 

Saran

Bagi korban kekerasan seksual, mari tenangkan diri lebih dahulu. Setelah itu, lakukan konseling baik ke psikiater dan/ atau psikolog. Memang hal ini tidak mudah dan mungkin memerlukan biaya. Namun sekarang, layanan kesehatan jiwa sudah ditanggung asuransi seperti BPJS Kesehatan. Korban kekerasan seksual dapat memeriksa terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan tingkat pertama setelah itu dapat dirujuk ke dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikiater. Kesehatan korban baik itu fisik dan mental adalah hal yang paling penting.

Bagi masyarakat umum, perlu kita pahami bahwa tindakan pelecehan seksual adalah hal yang serius. Masyarakat tidak perlu menghakimi korban dengan dalih “korban tidak bisa menjaga diri” atau “membuka aib sendiri”. Kejahatan pelecehan seksual tidak memandang agama, umur, jenis kelamin, status sosial atau apapun. Hal ini dapat terjadi kepada siapa saja.Masyarakat harus mendukung korban untuk berani berbicara dan melawan pelaku pelecehan seksual.

Bagi Kementerian Keuangan perlu untuk tidak menutup-nutupi kasus pelecehan seksual dengan dalih mempertahankan nama baik Institusi. Bila Kementerian Keuangan menutupi kasus pelecehan seksual, hal ini dapat menjadi “bumerang” bagi Kementerian Keuangan sendiri. 

Masyarakat akan merasa percuma membayar pajak bila pajak digunakan untuk menggaji pelaku kekerasan seksual.

Kategori: WFO

Tag: #SDM #WFO

Kirim Komentar

0 Komentar