Optimalkan Penerimaan Negara, Ekstensifikasi Pungutan Cukai Siap Dukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional

06 Juni 2022, Penulis : Ah Farid Nurrohman

Kajian pengoptimalan penerimaan negara melalui program ekstensifikasi cukai terus digodok oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Unit Eselon I terkait. Dilansir dari news.ddtc.co.id 10/12/2021 Direktur Jenderal Bea dan Cukai Bapak Askolani mengatakan pembahasan penambahan daftar barang kena cukai secara formal telah dilakukan sejak Februari 2020 akan tetapi beberapa objek masih belum mendapatkan persetujuan dan yang mendapatkan persetujuan saat ini masih produk plastik saja. Selain itu akibat dari pandemi covid 19 yang memukul pertumbuhan berbagai sektor penggerak perekonomian masih dalam masa recovery. Program Pemulihan Ekonomi Nasional harus dilaksanakan secara simultan serta terus mengupayakan pengurangan dampak negatif terhadap keberlangsungan lingkungan hidup dan alam sekitar.

Pungutan Cukai

Ekstensifikasi cukai juga merupakan upaya dari pemerintah untuk mengurangi stigma masyarakat bahwa cukai merupakan “pajak atas barang haram” dimana selama ini cukai telah dipungut dari produk hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol, dan etil alkohol atau etanol. Istilah pungutan cukai itu sendiri didefinisikan sebagai pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik tertentu atau yang lebih dikenal dengan Barang Kena Cukai BKC. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang cukai nomor 11 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 39 tahun 2007 karakteristik dari barang yang dikenai pungutan cukai meliputi :

  • Dalam hal peredaranya di pasaran perlu adanya pengawasan baik dari sisi perijinan dan peruntukan penjualannya;
  • perlu dilakukan pengendalian atas konsumsi dan pemakaiannya dikarenakan dapat menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya dan masyarakat;
  • demi terwujudnya keadilan dan keseimbangan barang tersebut perlu dikenai pungutan cukai atas penggunaanya;
  • atas penggunaan barang tersebut perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan instansi terkait.

Pembebanan pungutan cukai atas barang dengan karakteristik tertentu didasarkan pada jenis dan golongan tertentu sesuai skala produksi dan jangkauan pemasaran atas produk tersebut. Sementara itu dilansir dari kemenkeu.go.id 25/05/2022 realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada Januari hingga April 2022 sebesar Rp76,29 triliun atau tumbuh 30,98 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tarif tertimbang juga naik menjadi 14,2 persen dari kenaikan rata-rata tahun 2022 yang sebesar 12,5 persen. Peningkatan produksi hasil tembakau masih tumbuh 3,4 persen hal ini menggambarkan potensi penerimaan cukai masih dalam tren positif.

Penerapan Ekstensifikasi Barang Kena Cukai

Sesuai dengan karakteristik barang kena cukai saat ini pengajuan objek untuk ekstensifikasi cukai plastik adalah hal paling relevan dikarenakan plastik merupakan barang dengan komponen yang sangat sulit diuraikan oleh alam sehingga pemakaiannya berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan atas penggunaanya perlu dikendalikan agar alam tetap lestari. Penambahan objek cukai bukan hanya sebagai instrumen penerimaan negara akan tetapi juga berpotensi untuk menciptakan lingkungan yang ramah alam serta menjadi tambahan anggaran untuk pelestarian lingkungan. Pungutan cukai juga diwacanakan untuk minuman berpemanis dalam kemasan seperti kopi, minuman berenergi dan konsentrat. Dilansir dari news.ddtc.co.id besaran tarif yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan pengenaan tarif pungutan cukai sekitar Rp30.000 per kilogram atau sekitar Rp200 per lembar kantong plastik, sedangkan untuk minuman berpemanis dalam kemasan diwacanakan dengan tarif Rp1.500 per liter pada minuman teh kemasan, Rp2.500 per liter pada soda, serta Rp2.500 per liter pada minuman lainnya.

Penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan dirasa hal yang tepat untuk segera direalisasikan mengingat karakteristik barang kena cukai dari sisi konsumsi yang harus dibatasi dan dampak dari konsumsi atas barang tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian lingkungan. Dari sisi konsumsi yang harus dibatasi dilansir dari money.kompas.com 01/04/2022 dengan judul “Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasan Naik 15 Kali Lipat dalam 2 Dekade, Kapan Cukainya Diterapkan?” peneliti Gita Kusnadi Peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives CISDI dalam webinar pada kamis (31/03/2022) "Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, cukai MBDK perlu segera diterapkan di Indonesia mengingat dampak kesehatan, dampak sosial ekonomi, dan dari aspek legalitas maupun praktek baik yang telah ditunjukkan oleh beberapa negara,". Peningkatan konsumsusi atas minuman berpemanis dalam kemasan berpotensi meningkatkan penyakit utamanya yang berkaitan dengan gula darah seperti diabetes, ginjal, penyalit hati (liver) dan merupakan salah satu penyumbang angka kematian yang cukup besar pada diagnosis secara medis. Penerapan pungutan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan dari sisi penerimaan negara ditargetkan memberi sumbangsih 1,5 triliun dan 1,9 triliun dari pungutan cukai plastik pada tahun 2022. 

Dengan diterapkannya pungutan cukai pada plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan setidaknya efek negatif dari pemakaian atau konsumsi dari produk yang beredar di masyarakat dapat berkurang mulai dari efek penyakit yang ditimbulkan atas konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan sampah plastik. Penerimaan pungutan cukai atas kedua barang tersebut akan merubah stigma tentang cukai dimana selama ini pungutan atas cukai diasumsikan sebagai “pajak atas barang haram” yang diterapkan pada minuman mengandung alkohol dan hasil tembakau. Alokasi pemanfaatan atas penerimaan cukai dari produk-produk di atas akan sangat membantu anggaran penerimaan negara dalam hal alokasinya untuk bidang kesehatan dan mendukung penguatan anggaran untuk pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.

Kirim Komentar

0 Komentar