Menjadi PNS Ideal dalam Standar yang Realistis

30 Juni 2023, Penulis : Lutfiya Tussifah

Bagi sebagian orang, mendeskripsikan sosok PNS ideal adalah hal yang mudah, semudah menggambarkan citra yang telah mereka sematkan sejak awal di benak mereka. Namun, bagi saya hal tersebut cukup mengundang rasa geli sekaligus getir. Pasalnya, jika ideal dalam bahasa kita selalu dilekatkan pada hal-hal yang muluk dalam bahasa para tetua, saya berusaha untuk menjadikan kata tersebut realistis saja.

Mengikuti fungsi PNS sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diamanahkan dalam undang-undang, yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat pemersatu bangsa, maka seorang PNS yang ideal adalah yang memiliki semua syarat yang mendukungnya melaksanakan ketiga fungsi tadi dengan sangat baik. Ya, sebab sekadar label “baik” tidak cukup untuk membuat seorang PNS dicap PNS ideal. Syarat-syarat tersebut terdiri dari tiga hal, yaitu etika, pengetahuan, dan keterampilan.

Dari sisi etika, seorang PNS yang ideal adalah yang memegang prinsip egaliter. Egalitarianisme yang dipegang di sini adalah pandangan yang menempatkan setiap orang yang dilayaninya dalam posisi yang sama. Tidak ada rakyat kelas “ekonomi” dan rakyat kelas “eksekutif” atau “bisnis”. Pelayanan yang diberikan semestinya memiliki kualitas yang sama tingginya. PNS harus memandang masyarakat transparan sebagai “rakyat” semata, tidak peduli yang dihadapi adalah seorang petani yang datang dengan pakaian lusuh atau seorang elit yang serba necis. Wujud lain dari sifat egalitarian adalah nondiskriminatif dan toleran. PNS ideal hadir sebagai pelayan yang tidak melihat sekat apapun baik gender, suku, agama, dan sebagainya.

Di samping jiwa egaliter, PNS juga harus memiliki apresiasi yang tinggi terhadap waktu. Hal ini berkaitan dengan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap rupiah yang ia terima sebagai ganti dari waktu yang ia habiskan untuk mengerjakan tugas-tugas negara. Jadwal PNS diatur sedemikian rupa, terdapat jam masuk kantor, jam pulang kantor, dan jeda istirahat, sholat, serta makan siang. Setiap kelalaian terhadap waktu tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kepentingan masyarakat.

Selanjutnya, PNS ideal harus berdedikasi terhadap profesinya. Pengertian berdedikasi di sini adalah bersedia “berlari” bersama perkembangan dunia. Pelayanan yang memuaskan tidak dapat tercapai hanya bermodalkan niat dan sikap mengayomi, tetapi melupakan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, PNS harus menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Bahkan, PNS dianjurkan memiliki kemampuan memprediksi keahlian yang dibutuhkan di masa depan dan mulai mempelajari keahlian tersebut dari masa sekarang (future-proof skills).

Aspek etika terakhir yang perlu ditanamkan adalah netralitas. Perlu digarisbawahi bahwa netral tidak sama dengan apolitis. Netral bermakna tidak menunjukkan keberpihakan. Artinya, seorang PNS tidak dilarang untuk memiliki pilihan politik, tetapi pilihan tersebut tidak untuk ditunjukkan secara gamblang. Adapun larangan keterlibatan dalam partai politik adalah untuk menjamin PNS tersebut tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan partai politik tertentu.

Selain etika, seorang PNS juga harus memiliki pengetahuan yang mumpuni, terutama yang berkaitan dengan tugas dan jabatannya. Penguasaan terhadap apa saja yang menjadi wewenangnya dan bukan wewenangnya serta SOP merupakan hal mutlak. Sebagai tambahan, PNS juga sebaiknya mengetahui isu-isu terkini yang memengaruhi ruang lingkup tugasnya.

Kemudian, ada aspek keterampilan. PNS yang ideal harus menguasai beberapa keterampilan yang mendukung pelaksanaan tugasnya. Aspek keterampilan meliputi kemampuan dalam berkomunikasi, memimpin, dan memecahkan masalah.

Idealnya, seorang PNS harus mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien. Artinya, PNS tersebut berhasil membuat penerima pesan memaknai pesan sesuai dengan yang ia maksudkan dengan menggunakan sumber daya yang minimal. Diksi seperti apa yang paling mampu memahamkan masyarakat dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar? Bentuk informasi seperti apa yang paling mudah diserap ibu rumah tangga? Pemahaman dasar mengenai hal tersebut wajib disadari betul oleh seorang PNS. Komunikasi lisan maupun tulisan, baik dalam lingkup interpersonal, tim, organisasi, maupun ruang publik, semuanya harus dapat dilakukan. PNS yang ideal diharapkan mampu menghilangkan stereotip PNS yang gagap dalam menghadapi forum publik.

Kemampuan memimpin juga tak kalah pentingnya. Kepemimpinan dimulai dari diri sendiri hingga mengelola tim dan organisasi. PNS dituntut dapat membawa tim dan organisasinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, ia harus sanggup memosisikan orang yang tepat di tempat dan waktu yang tepat. PNS ideal juga mesti bisa memotivasi dan memersuasi, namun tidak boleh memanipulasi orang-orang di sekitarnya.

Berikutnya adalah kemampuan memecahkan masalah. Untuk dapat memecahkan masalah, terlebih dahulu seorang PNS harus memiliki keahlian dalam memetakan masalah dan menemukan inti dari masalah tersebut. Tanpa dua hal tadi solusi yang ia ciptakan tidak akan tepat sasaran, bahkan justru berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar. Dalam pemetaan dan pemecahan masalah, PNS membutuhkan kemampuan membaca data dan memanfaatkan teknologi. Singkatnya PNS harus rasional, objektif, data-literate, dan evidence-driven.

Dari semua syarat menjadi PNS ideal yang telah dijabarkan, mungkin akan muncul pertanyaaan, “Apakah karakteristik yang tidak disebutkan seperti jujur, rendah hati, dan lain-lain tidak harus dimiliki oleh PNS ideal?” Saya sendiri menganggap bahwa ciri tersebut bukanlah syarat untuk menjadi PNS ideal, melainkan syarat yang harus dimiliki oleh manusia yang ideal. Artinya, tanpa menjadi seorang PNS, sudah seharusnya setiap orang memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan asumsi tersebut pertanyaan selanjutnya yang mungkin muncul adalah, “Apakah PNS ideal tersebut ada?” Mengingat standar ideal yang saya tuliskan di sini masih dalam taraf yang realistis–ideal yang paling minimal, maka besar kemungkinan PNS ideal itu ada.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Kategori: SDM

Tag: #

Kirim Komentar

0 Komentar