Menjadi Lentera Pembangunan Desa, Melalui Penguatan Literasi Pengelolaan Keuangan Desa

17 Februari 2022, Penulis : Gema Otheliansyah

Regional Chief Economist di daerah merupakan tugas yang strategis, dan itu diemban dengan baik oleh insan perbendaharaan  Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan. Regional Chief Economist sendiri bermakna besar bagi kami insan perbendaharaan. Tantangan yang diberikan tidak hanya berhasil dalam menyalurkan dana APBN (sent) tetapi ditantang untuk mendorong kemanfaatan penggunaan dana APBN (delivered) yang disalurkan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah. 

Dalam keseharian, saya sebagai insan perbendaharaan Sumatera Selatan aktif membuat analisis efektivitas kinerja penyaluran  secara periodik atas penyaluran DAK Fisik, Dana Desa dan BOS, melakukan asistensi pemda atas pengelolaan keuangan daerah dan melakukan asistensi aparatur desa atas pengelolaan keuangan desa. Ragam kegiatan tersebut dilaksanakan demi memastikan bahwa setiap penyaluran dana  Transfer Keuangan dan Dana Desa, berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Sumatera Selatan, khususnya dalam kondisi  pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Pandemi sudah hampir dua tahun, namun dampaknya masih terasa di berbagai daerah, termasuk di Sumatera Selatan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah  terus meluncurkan berbagai program mengatasi dampak tersebut. Perlindungan sosial menjadi salah satu konsentrasi alokasi dana PEN, salah satunya melalui penyaluran Bantuan Langsung Tunai  (BLT) dari Dana Desa. BLT sebagai bagian perlindungan sosial diharapkan  mengurangi dampak pandemi yang dirasakan masyarakat.  Agar termanfaatkan dengan baik, terus menerus dilakukan langkah-langkah optimalisasi penyaluran Dana Desa dan BLT Dana Desa dengan akuntabilitas yang tinggi.

Masih rendahnya pemahaman terhadap pengelolaan dana desa memunculkan kerentanan dalam pengelolaan APBDes, khususnya anggaran yang bersumber dari Dana Desa. Potensi penyimpangan yang terjadi masih relatif tinggi. Bahkan stigma bahwa Dana Desa ialah Dana Kepala Desa pun terjadi, yang berdampak pada kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa. Muncul berbagai kasus hukum yang berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa yang telah diungkap oleh penegak hukum maupun dilaporkan oleh masyarakat. Terdapat beberapa kondisi yang diindikasi uncompliance, seperti dana desa yang telah salur, namun tidak terdapat pembangunan fisik atau  adanya kondisi masyarakat belum menerima/ menerima sebagian BLT Dana Desa. Selain adanya potensi korupsi anggaran penanganan bencana, masalah umum yang sering dihadapi adalah katalisasi informasi publik yang kurang memadai sehingga dalam situasi darurat kebencanaan, kebijakan pemerintah justru menghadapi tantangan serius.

Dalam menjalankan sebagian peran dari RCE,  saya beserta tim juga turun  ke beberapa desa di kabupaten/kota di Sumatera Selatan, saya  juga secara langsung terinformasi beberapa permasalahan yang dialami masyarakat di desa di  pelosok Sumatera Selatan. Beberapa fakta yang saya temui diantaranya, buruknya kualitas infrastruktur utamanya jalan desa, minimnya  kuantitas dan kualitas sarana pendidikan dan kesehatan, tingkat pengangguran dan kemiskinan desa yang tinggi, kualitas air bersih dan sanitasi yang belum memadai serta masih terbatasnya akses masyarakat desa dan pelaku usaha mikro di desa terhadap bantuan permodalan usaha. Tentu ironi  karena  penyaluran Dana Desa telah berlangsung sejak tahun 2016. 

Berdasarkan identifikasi penyebab permasalahan di atas, antara lain adalah   minimnya  literasi terkait pengelolaan keuangan desa yang baik dan akuntabel yang dimiliki oleh aparatur desa. Termasuk didalmnya adalah persepsi yang keliru tentang peruntukan Dana Desa. Dana Desa tujuan utamanya adalah  untuk kepentingan Desa bukan untuk kepentingan perangkat desa. Hal tersebut memberikan kontribusi pada rendahnya komitmen dari perangkat desa. Lemahnya  tata kelola Dana Desa  dapat dilihat dari belum optimalnya perencanaan,  belum dipahaminya proses pelaksanaan pekerjaan yang didanai dari Dana Desa, sehingga berdampak pada perangkat desa tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan Dana Desa. Hal lain yang juga tak kalah oenting adalah minimnya pengetahuan perangkat desa dalam penggunaa aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).

Pagu Dana Desa di Sumatera Selatan meningkat di setiap tahunnya. Dimulai tahun 2016 jumlah pagu Dana Desa yang diterima sebesar Rp. 1,78 triliun menjadi Rp. 2,69 triliun atau meningkat Rp. 911 miliar sejak 2016. Namun dari jumlah  nominal dana desa yang besar  tersebut belum dapat memberikan dampak yang nyata pada kesejahteraan masyarakat Sumatera Selatan, karena Sumatera Selatan masuk dalam 10 Provinsi dengan penduduk miskin tertinggi tahun 2020 menurut versi BPS. 

Menjalankan peran RCE dengan terobosan baru  adalah keharusan. Oleh karena itu pada tahun 2021. Terobosan pola edukasi yang kami lakukan ialah melakukan knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan survei rating desa untuk para camat di setiap kabupaten dan Open Class bertema “Mengawal Akuntabilitas Dana Desa di Masa Pandemi Covid 19” untuk para aparatur desa. Goals yang diharapkan dari aktifitas ini adalah meningkatnya pemahaman pengelolaan keuangan desa, mendukung terwujudnya good governance dalam pengelolaan keuangan desa, mempercepat penyaluran Dana Desa dan meningkatkan pemahaman Akuntabilitas Dana Desa di Masa Pandemi Covid 19. Penguatan literasi ini tentu akan mampu mendorong percepatan pembangunan di desa, membangun perspektif positif publik edukasi tentang pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas agar APBN dimanfaatkan dengan optimal. 

Knowledge sharing diperuntukkan bagi para camat karena camat inilah yang akan melakukan pembinaan pemerintahan dan keuangan untuk setiap desa di lingkup wilayahnya. Sebagai pejabat yang tentu paling  paham karakteristik desa-desa di lingkupnya dan harus pula paling paham tentang tata kelola keuangan desa dan mampu mendorong desa-desa  dalam wilayah binaannya menjadi desa yang memenuhi karakteristik desa bertatakelola baik. Tahun 2021, dilakukan knowledge sharing keuangan desa dan survei rating desa pada 2 kabupaten di Sumatera Selatan, yakni Kab. Musi Banyuasin (15 kecamatan dengan 227 desa) dan Kab. Banyuasin (21 kecamatan dengan 288 desa). Sedangkan untuk Open Class  tentang Akuntanilitas Dana Desa masa Pandemi  dilakukan dalam  2 batch untuk 4 Kabupaten prioritas, yakni Kab.Lahat, Kab. Muara Enim, Kab. Musi Rawas dan Kab. Musi Rawas Utara dengan total desa sebanyak 873 desa. Tercapai 6 (enam)  Kabupaten yang tersentuh  dari 14 kabupaten penerima alokasi Dana Desa dan 1.388 desa dari 2.853 desa di Sumatera Selatan.  Knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan Open Class Akuntabilitas Dana Desa ini menjadi penting.  Tata kelola keuangan desa memiliki cakupan yang luas. Prosesnya diawali dengan penuangan dalam APBDesa setiap desa. Dalam rancangan APBDesa dituangkan pendapatan yang berasal dari  Dana Desa. Kedepan sangat diharapkan peningkatan pada pendapatan  asli desa sehingga desa tidak sepenuhnya bergantung pada dana  transfer dari pemerintah pusat melalui Dana Desa. Selain pendapatan, penuangan belanja pada APBdesa harus direncanakan secara baik dan  tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, namun juga memperhatikan pembangunan manusia di desa. Membangun paradigma yang benar tentan bagaimana menyusun APBDesa diperlukan kesamaan paham dan pengetahuan dari pengelola keuangan desa. 

Terobosan cara-cara edukasi untuk menguatkan literasi pengelolaan keuangan desa menjadi hal utama. Knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan Open Class  Akuntabilitas Dana Desa hanya salah satu cara menyadarkan aparatur desa, camat, kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa, operator desa dan Badan Pengawas Desa serta seluruh masyarakat desa pentingnya  potensi pendapatan desa selain transfer dana desa demi kemajuan desa mereka. Merencanakan secara baik, mengalokasikan secara prioritas kepentingan desa untuk membangun infrastruktur, memberikan perhatian pada  pemberdayaan masyarakat dan menetapkan dengan baik BLT Desa demi kepentingan perlindungan sosial diperlukan kesadaran dan kontribusi semua masyarakat desa baik aparat maupun non aparat. Tujuan akhir semuanya tentulah  berkembangnya ekonomi desa, terbangunnya kualitas manusia di desa yang yakin akan menciptakan kesejahteraan masyarakat desa.  Treasury Sumatera Selatan dengan peran RCE nya siap menguatkan literasi  pengelolaan keuangan desa  dengan cuma-cuma.

Keberhasilan, pasti jadi sumber optimisme. Walau baru di gebrak pada 6 kabupaten dari 14 kab/kota penerima alokasi Dana Desa di Sumatera Selatan namun gebrakan ini terlihat signifikan. Realisasi penyaluran Dana Desa di Tahun 2021 mencapai 99,86% diatas rata-rata nasional yang mencapai 99.81%. Penyaluran BLT Dana Desa berhasil menyasar 225.020 Keluarga Penerima Manfaat dengan realisasi penyaluran Rp810 miliar, BLT ini sangat diharapkan masyarakat terdampak Covid -19 di desa. Dari sisi perubahan status desa, terdapat tambahan 2 desa baru yang menjadi desa mandiri sehingga total desa mandiri di Sumatera Selatan menjadi 9 desa di tahun 2022. Jumlah desa maju bertambah 64 desa, sehingga total desa maju di Sumatera Selatan menjadi 328 desa di tahun 2022. Dan desa sangat tertinggal berkurang 7 desa, dari total tahun sebelumnya sebanyak 14 desa. Optimisme untuk bergerak maju makin kuat didukung kolaborasi dari seluruh stakeholder desa, para camat bertekad membangun ekonomi desa di masa pandemi Covid-19. Nawacita Presiden Joko Widodo yang ketiga yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan bukanlah suatu kemutahilan jika setiap insan tahu perannya dan mengimplementasikan pengetahuannya. Kedepan, peran sebagai Regional Chief Economist di daerah, pasti  menjadi lentera dalam membangun desa yang lebih baik melalui penguatan literasi pengelolaan keuangan desa.

Kirim Komentar

0 Komentar