Menimbang Komite Kebijakan Pemberdayaan UMKM, KKSK Sebagai Inspirasi

06 Januari 2022, Penulis : Praptono Djunedi

Isu terkait Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agaknya masih relevan untuk dibahas hingga kini. Dalam dua dekade terakhir ini, kontribusinya bahkan tidak diragukan lagi terhadap perekonomian nasional.

Mari kita lihat kiprah UMKM. Sejarah mencatat bahwa UMKM terkenal sebagai pelaku usaha yang tangguh dan menjadi penyelamat ekonomi bangsa, khususnya pada era krisis ekonomi tahun 1998. Dari data Badan Pusat Statistik diketahui bahwa jumlah UMKM saat itu sebanyak 56.539.560 unit atau 99.99% dari total pelaku usaha nasional. Sisanya, sekitar 0,01% atau sebanyak 4.968 unit adalah usaha besar (LPPI-BI, 2015). Lalu, per tahun 2018, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah unit usaha UMKM sebesar 64,1 juta unit (99,99%). Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor UMKM sekitar 116,9 juta orang dari total 120,6 juta pekerja (97%). Kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia sebesar 8.573,9 miliar (61,07% dari total PDB) (Thaha, 2020). 

Secara prosentase, jumlah UMKM tampak tidak beranjak dari angka 99,99% dalam dua dekade terakhir ini, tetapi secara nominal jumlahnya meningkat sekitar 7,6 juta unit. Sayangnya, meningkatnya kuantitas UMKM belum diimbangi dengan kinerja omsetnya. 

Sekedar contoh, coba simak batas atas kriteria omset usaha mikro berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dalam tulisan yang berjudul “Potret UMKM Indonesia: Si Kecil yang Berperan Besar”, Haryanti dan Hidayah (2017) mencatat bahwa rata-rata realisasi omset Usaha Mikro baru mencapai sekitar 25% dari batas atas omsetnya. Sedangkan rata-rata realisasi omset Usaha Kecil dan Usaha Menengah menunjukkan angka yang lebih baik, masing-masing sekitar 65% dan 59% dari batas atas omsetnya. Dengan gambaran seperti ini, tampaknya Usaha Mikro berpotensi lebih rapuh daripada Usaha Kecil maupun Menengah ketika menghadapi persaingan usaha. 

Pemberdayaan UMKM sebenarnya sudah dilakukan pemerintah dalam berbagai segi. Dari sisi pendanaan, misalnya, banyak program pemberdayaan UMKM di berbagai Kementerian/Lembaga, yang didukung lembaga perbankan, fokus pada dukungan pembiayaan UMKM. Ambil contoh, seperti subsidi bunga KUR, penjaminan kredit UMKM, kredit UMi dan lainnya. 

Berdasarkan pemetaan terhadap berbagai program pemberdayaan UMKM,Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2020) menyatakan bahwa setidaknya terdapat 21 program pemberdayaan UMKM yang dikelola oleh 19 K/L yang berjalan cukup lama dengan nilai anggaran dan jumlah penerima/peserta program yang relatif besar. Yang menarik, sebagian usaha mikro enggan mengakses permodalan yang berasal dari perbankan dan lembaga keuangan non-perbankan. Salah satu penyebabnya adalah mayoritas UMKM menggunakan usahanya hanya untuk menambah pendapatan dan sekedar bertahan hidup.

Bahkan, pada tahun 2020 dan 2021, dukungan pemerintah terhadap UMKM dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bernilai lebih dari Rp120 triliun per tahun. Terdapat tambahan program, selain yang eksisting, diantaranya adalah untuk restrukturisasi kredit UMKM, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Tunai untuk PKL dan Warung (BT-PKLW), dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah.

Selain sumber pendanaan dari program pemberdayaan pemerintah, terbitnya Peraturan OJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowfunding (SCF) telah menjadi harapan baru atas masalah pendanaan murah bagi UMKM. Hingga 31 Mei 2021, total penyelenggara layanan Equity Crowdfunding (ECF) baru lima perusahaan. Jumlah emiten/pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF tersebut sebanyak 151 emiten. Jumlah dana yang berhasil dihimpun sebanyak Rp273,47 miliar. Sedangkan, jumlah pemodal yang terlibat dalam urun dana ini sebanyak 33.302 investor. Jika dibandingkan dengan jumlah UMKM yang sekitar 64,1 juta pelaku usaha, maka jumlah UMKM penerbit ECF tersebut masih sangat sedikit (kontan.co.id, 14 Juni 2021).

Lantas, bagaimana dengan program pendampingan dan pemasaran produk UMKM? Fasilitas pendampingan bagi UMKM terkadang tersedia di sebagian lembaga pembiayaan, dan juga banyak bertebaran pusat inkubator UMKM di kampus-kampus. Namun, belum semasif seperti pemberdayaan dari sisi pendanaan. Begitu juga dukungan pemasaran produk UMKM. 

Usulan Ke Depan

Pengelolaan sektor UMKM sebaiknya perlu dikaji ulang. Perlu reklasifikasi atas usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah, yang tidak hanya berdasarkan aset dan omset. Meminjam istilah TNP2K (2020), sebaiknya dikembangkan skema permodalan yang membedakan jenis usaha yang survivalist dan growth oriented.

Pendefinisian UMKM seperti dalam regulasi yang ada tampaknya belum mencerminkan beragamnya karakteristik UMKM dan barangkali juga kurang adaptif terhadap perubahan yang terjadi selama ini. 

Selain itu, rasa-rasanya belum ada suatu mekanisme monev atas dinamika “naik kelas”-nya skala usaha mikro menjadi usaha kecil, atau dari usaha kecil menjadi usaha menengah, tools apa yang digunakan untuk memotret dinamika pada usaha UMKM tersebut, dan bagaimana intensitas updating datanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, meskipun sudah tersedia aplikasi berupa Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) dan Online Single Submission (OSS), dan basis data debitur UMKM di berbagai lembaga keuangan. 

Akhirnya, para pemangku kepentingan sektor UMKM perlu duduk bersama dalam suatu Komite Kebijakan yang tidak sekedar melakukan pemberdayaan pada sisi pendanaan. Beberapa issue strategis yang juga urgen menjadi bahasan dalam Komite tersebut adalah penyusunan kriteria bersama atas dukungan pemberdayaan UMKM, penyusunan Road Map pemberdayaan UMKM, pengintegrasian dan updating data UMKM, memformulasikan berbagai kebijakan pemberdayaan UMKM, termasuk insentif bagi berbagai kalangan yang berkontribusi terhadapnya. Dalam forum bersama tersebut, perlu juga disepakati adanya champion atau acting coordinator program pemberdayaan UMKM (atau apapun istilahnya), yang dapat membawa perubahan mendasar atas pemberdayaan UMKM. Skema Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) barangkali bisa menjadi inspirasi terbentuknya Komite Kebijakan bidang UMKM ini.

Kategori: UMKM

Tag: #UMKM

Kirim Komentar

0 Komentar