Menakar Faktor yang Memengaruhi Outlook Pendapatan Negara Tahun 2021

25 Agustus 2021, Penulis : Arief Masdi

Perekonomian Indonesia masih mengalami tekanan berat dampak pandemi Covid-19. Pemerintah telah mengerahkan upaya terbaiknya untuk mengatasi dampak pandemi sedini mungkin dengan kebijakan fiskal extraordinary melalui keleluasaan pelebaran defisit anggaran di atas 3 persen hingga tahun 2022. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen kebijakan fiskal telah bekerja keras dan berhasil menahan laju resesi ekonomi lebih dalam. 

Sebagai sumber utama pendanaan pembangunan nasional, pendapatan negara diharapkan optimal untuk mendukung kesinambungan fiskal di tengah kondisi pandemi saat ini. Proyeksi pendapatan negara ke depan menjadi sangat penting untuk mengetahui kemampuan fiskal jangka pendek dan pengaruhnya terhadap ketahanan fiskal jangka menengah dan panjang.

Berdasarkan APBN Kinerja dan Fakta yang dirilis Kementerian Keuangan pada bulan Juli 2021, sepanjang semester I tahun 2021, pendapatan negara menunjukkan kinerja positif baik penerimaan perpajakan, kepabeanan dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kinerja positif ini dipengaruhi terutama oleh membaiknya aktivitas perekonomian dan tren peningkatan harga komoditas. Realisasi pendapatan negara semester I tahun 2021 sebesar Rp886,9 triliun atau meningkat 9,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Realisasi pendapatan negara tersebut berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp680,0 triliun atau tumbuh 8,8 persen dan realisasi PNBP sebesar Rp206,9 triliun atau tumbuh 11,4 persen dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2020.

Kinerja pendapatan negara sampai dengan Semester I yang mencapai 50,9 persen dari target APBN tahun 2021 tersebut, merupakan sinyal positif bagi perekonomian untuk menopang momentum pemulihan ekonomi nasional. Selanjutnya, di dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021, outlook pendapatan negara tahun 2021 diperkirakan sebesar Rp1.760,7 triliun atau 101,0 persen dari targetnya di dalam APBN tahun 2021. Outlook pendapatan negara tahun 2021 tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.400,4 triliun dan PNBP sebesar Rp357,7 triliun, serta penerimaan hibah sebesar Rp2,7 triliun. 

Optimisme tecermin di dalam outlook pendapatan negara tahun 2021 tersebut merupakan sesuatu yang baik dan memberikan sinyal positif serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian tahun 2021. Namun demikian, pandemi yang masih terjadi dan belum terkendali terutama dengan munculnya varian virus baru serta gelombang Covid-19 menyebabkan risiko ketidakpastian ekonomi masih cukup tinggi di tahun 2021. Risiko ketidakpastian tersebut, akan berpengaruh signifikan terhadap proyeksi dan pencapaian target-target ekonomi di tahun 2021. Berdasarkan hal-hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang patut dicermati dalam menakar proyeksi outlook pendapatan negara di tahun 2021.

Pertama, keberhasilan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19 merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi saat ini. Penambahan kasus baru covid-19 belum menunjukkan penurunan bahkan perkembangan virus Covid-19 semakin sulit diprediksi akibat munculnya varian virus baru. Sampai dengan tanggal 19 Agustus 2021 kasus aktif mencapai lebih dari 334 ribu dan penambahan kasus harian masih fluktuatif di atas 20 ribu, kondisi ini menunjukkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat nampaknya masih akan diterapkan Pemerintah. Risiko ketidakpastian tersebut diperkirakan menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan akhir tahun 2021. 

Kedua, Badan Pusat Statistik telah mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi semeseter I tahun 2021 sebesar 3,10 persen, yang didukung pertumbuhan ekonomi Triwulan II tahun 2021 sebesar 7,07 persen (yoy) atau tumbuh sebesar 3,31 persen (qtq). Realiasi pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukan kinerja ekonomi sampai dengan semester I tahun 2021 terbilang cukup baik, dengan didukung faktor low base effect dimana pada Triwulan II tahun 2020 pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar 5,32 persen. Faktor risiko ketidakpastian yang masih tinggi di Semester II tahun 2021, membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 berpotensi di bawah outlook di dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021 sebesar 3,7-4,5 persen. 

Ketiga, penerimaan pajak terutama PPh dan PPN diperkirakan masih tertekan sampai akhir tahun 2021 disebabkan belum pulihnya kinerja beberapa sektor utama penyumbang PPh terbesar dan masih terdapat risiko pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Kebijakan relaksasi atau insentif untuk mendukung dunia usaha dalam pemulihan ekonomi yang cukup masif di tahun 2021 juga akan berdampak terhadap capaian penerimaan perpajakan di tahun 2021. Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat diperkirakan belum sepenuhnya membaik mengingat perpanjangan kebijakan PPKM terutama di kota-kota besar akan menyebabkan menurunnya aktivitas masyarakat yang berdampak penurunan outlook PPN dan PPnBM tahun 2021.

Keempat, perkembangan dan fluktuasi harga komoditas utama Indonesia terutama harga minyak bumi dan harga mineral serta batubara memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan negara terutama penerimaan negara bukan pajak. Di dalam APBN tahun 2021, harga minyak bumi Indonesia (ICP) diproyeksikan sebesar US$45 per barel, namun, berdasarkan rata-rata harga minyak mentah sepanjang tahun 2021 dan perbaikan permintaan secara global terutama Tiongkok dan Amerika, proyeksi rata-rata ICP tahun 2021 diperkirakan sebesar US$55-US$65 per barel atau lebih tinggi dari asumsi dalam APBN tahun 2021. Sementara itu, proyeksi harga batubara acuan (HBA) tahun 2021 diproyeksikan sebesar di atas US$75 per ton atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata HBA tahun 2020 sebesar US$58,2 per ton. Proyeksi harga komoditas tersebut, diproyeksikan akan berdampak terhadap PNBP tahun 2021 terutama PNBP SDA Migas dan SDA Non Migas.

Mencermati hal-hal tersebut, pendapatan negara diperkirakan masih akan menghadapi tekanan terutama penerimaan perpajakan di paruh kedua tahun 2021. Penerimaan perpajakan dari PPh dan PPN akan menghadapi tantangan perekonomian yang diproyeksikan tidak seoptimis di awal tahun sebagai dampak pembatasan aktivitas msyarakat di tengah meningkatnya kasus dan varian baru Covid-19. Oleh karena itu, shortfall penerimaan perpajakan diproyeksikan akan lebih besar dari proyeksi dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021 sebesar Rp57,6 triliun. 

Sementara itu, proyeksi PNBP SDA diperkirakan masih sesuai Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021 karena telah memperhitungkan dampak kenaikan harga komoditas terkini yaitu ICP sebesar US$55-US$65 per barel maupun HBA sebesar di atas US$75 per ton. Namun, PNBP dari layanan Kementerian/Lembaga perlu memperhitungkan dampak penerapan PPKM darurat yang belum diperhitungkan dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021. Oleh karena itu, outlook PNBP sampai dengan akhir tahun 2021 diperkirakan akan sedikit lebih kecil dibandingkan outlook dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I tahun 2021 sebesar Rp357,7 triliun.

Terakhir, di tengah kondisi pandemi dan perlambatan perekonomian saat ini, Pemerintah terus berusaha melakukan upaya terbaik dalam mengoptimalkan pendapatan negara. Penerapan kebijakan fiskal countercyclical membutuhkan dukungan pendapatan negara yang optimal. Pendapatan negara yang optimal akan menopang APBN dari risiko meningkatnya utang negara. Pada akhir tahun 2021 nanti, kita semua berharap defisit anggaran negara yang diproyeksikan sebesar 5,7 persen di dalam APBN tahun 2021, realisasinya tidak semakin lebar. 

Kategori: APBN

Kirim Komentar

0 Komentar