Melanjutkan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional, Perlukah Kebijakan Relaksasi Pengukuran Kinerja?

10 Desember 2021, Penulis : Ingelia Puspita

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui peran Pemerintah. Hal ini disampaikan dalam acara penyerahan Daftar Isian Pelaksaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer Ke daerah dan Dana Desa (TKDD) TA 2022 dari Presiden kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dan Kepala Daerah secara simbolis di Istana Negara pada tanggal 29 November 2021. Dikutip dari situs kemenkeu.go.id, Menteri Keuangan menyatakan bahwa APBN TA 2022 difokuskan untuk melanjutkan pemulihan ekonomi dengan tetap melaksanakan kebijakan counter cyclical sebagai bentuk optimalisasi upaya Pemerintah dalam mengurangi dampak di masa pandemi, dengan diiringi upaya pengendalian risiko dan keberlanjutan fiskal. 

 

APBN 2022

Dengan mengusung tema melanjutkan pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural, menjadikan APBN TA 2022 sebagai alat untuk mendorong perekonomian nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global sebagai dampak dari adanya varian baru Covid 19, Omicron. Dengan fokus pada kebijakan pemulihan ekonomi, APBN TA 2022 juga ditujukan untuk mendorong reformasi struktural diantaranya reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan reformasi penganggaran yang mendorong efisiensi belanja dan sinergi keuangan Pusat dan Daerah. Hal ini dilaksanakan dengan adanya kebijakan Pemerintah, diantaranya pengendalian Covid-19 dengan bertumpu pada sektor kesehatan. Presiden Joko Widodo sebagaimana dikutip dari kompas.com pada tanggal 29 November 2021, menyatakan bahwa kebijakan APBN TA 2022, selain pada sektor kesehatan, juga fokus pada program perlindungan sosial dan peningkatan sumber daya manusia unggul. Selain itu, APBN TA 2022 juga akan melanjutkan pembangunan infrastruktur dan teknologi, penguatan desentralisasi fiskal dan zero based budgeting untuk efisiensi belanja Pemerintah.

 

Pengukuran Kinerja

Upaya pemulihan ekonomi tersebut tetap diikuti oleh pengukuran kinerja Pemerintah sebagai bentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan yang menjadi indikator kinerja pemerintah. Salah satu bentuk kebijakan pengukuran kinerja tersebut adalah dengan penerapan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018. IKPA merupakan bentuk pengukuran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dalam mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga. Pengukuran tersebut terdiri atas empat kategori, yaitu kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas pelaksanaan anggaran, efisiensi pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi. Dasar Hukum penerapan IKPA di tahun 2021 adalah peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-4/PB/2021 mengenai Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran. Empat kategori yang menjadi pengukuran IKPA dimaksud diuraikan dalam 13 indikator, yaitu Revisi DIPA, Deviasi Hal III DIPA, Pagu Minus, Data Kontrak, Pengelolaan UP/TUP, LPJ Bendahara, Dispensasi SPM, Penyerapan Anggaran, Penyelesaian Tagihan, Capaian Output, Retur SP2D, Kesalahan SPM dan Perencanaan Kas. 

 

Kebijakan Relaksasi Pengukuran Kinerja

Pada Triwulan I TA 2021, dilaksanakan kebijakan relaksasi sebagian berupa tidak dilakukan penilaian IKPA untuk indikator Deviasi Halaman III DIPA dan Capaian Output. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di Triwulan I, realokasi dan refocusing anggaran satuan kerja masih dilaksanakan, sedangkan capaian output dalam proses transisi peraturan dan sistem aplikasi yang baru diterapkan di TA 2021.Berdasarkan data OMSPAN per 17 Juli 2021, pada satuan kerja lingkup Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung, nilai IKPA pada indikator Revisi DIPA mengalami sedikit penurunan dari 100 di Semester I TA 2020 menjadi 99,9 di periode TA 2021. Sebaliknya, nilai indikator Deviasi Halaman III DIPA di periode yang sama, meningkat dari 79,64 di TA 2020 menjadi 92,17 di TA 2021. Hal ini menjadi poin penting untuk melihat apakah relaksasi atas penilaian IKPA tersebut diperlukan dalam pengelolaan keuangan di masa pandemi ini.

 

Analisis Kebijakan Pengukuran Kinerja

Kebijakan pengukuran kinerja satuan kerja dengan menggunakan IKPA, selanjutnya, akan dianalisis dengan menggunakan Regulatory Impact Analysis (RIA) dengan mendasarkan pada peraturan terkait. Peraturan tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga, dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 4/PB/2020 pada tanggal 18 Februari 2020 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga. Selain itu, terdapat peraturan terkait penilaian kinerja TA 2021 berupa Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-4/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, sesuai dengan Nota Dinas Direktur Pelaksanaan Anggaran Ditjen Perbendaharaan Nomor ND-225/PB.2/2021 tentang Penyampaian Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-4/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga.

 

Analisis RIA merupakan alat analisis yang melakukan identifikasi dan pengukuran dampak atas peraturan dengan menggunakan pertimbangan cost dan benefit (OECD, 2008). Artikel yang diterbitkan oleh OECD tersebut berjudul Building an Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis: Guidance for Policy Makers menyatakan bahwa terdapat sejumlah tahapan dalam melaksanakan analisis menggunakan RIA, antara lain tahap definisi, identifikasi, penilaian, konsultasi dan desain. Pertama, tahap definisi, merupakan tahap yang melaksanakan identifikasi permasalahan dan menyusun tujuan dari analisis. Tahap kedua berupa identifikasi, berupa kegiatan penyusunan sejumlah opsi atas peraturan, yang diikuti tahap penilaian, yaitu analisis atas manfaat, biaya dan dampak lainnya. Kemudian, tahap konsultasi yaitu tahap pelaksanaan konsultasi publik yang mengakomodir kebijakan stakeholders, dan terakhir adalah pelaksanaan kebijakan sebagai solusi dan mekanisme monitoring merupakan solusi atas implementasi kebijakan.

Berdasarkan tahapan dimaksud, maka diperoleh gambaran sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah dan penetapan tujuan

Pada Triwulan I TA 2021 telah diberlakukan relaksasi atas penilaian IKPA pada satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga. Relaksasi tersebut dilaksanakan atas dua indikator, yaitu Halaman III DIPA dan Capaian Output. Selanjutnya, di Triwulan II TA 2021, kebijakan penilaian IKPA dilaksanakan untuk seluruh indikator. Berbeda dengan tahun 2021, penerapan pengukuran kinerja dengan menggunakan IKPA di tahun 2020, mengalami relaksasi di Triwulan II TA 2020 sebagai dampak dari munculnya Pandemi. Kebijakan pengukuran IKPA kembali dilaksanakan untuk periode Triwulan III dan IV TA 2020. Hal ini mendorong perumusan masalah pada kebijakan terkait IKPA, berupa pertanyaan apakah kebijakan penilaian kembali yang dilaksanakan atas IKPA, memberikan manfaat bagi satuan kerja. Selain itu, pemberlakuan penilaian IKPA di tahun 2021 juga perlu dicermati kembali terutama untuk menjaga tata kelola pelaksanaan anggaran dan mendorong akselerasi belanja pemerintah dalam upaya mengatasi dampak wabah pandemik Covid 19 serta mendukung program vaksinasi Pemerintah.

2. Menyusun opsi sebagai solusi

Terdapat sejumlah opsi untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain kebijakan untuk melaksanakan relaksasi, penilaian IKPA untuk seluruh indikator, dan melaksanakan relaksasi sebagian indikator di TA 2021.

3. Menganalisis berdasarkan metode Cost-Benefit

Dengan menggunakan pertimbangan analisis Cost-Benefit, maka diperoleh gambaran atas opsi-opsi tersebut sebagai berikut:

Tabel 1. Cost-Benefit Analysis pada Kebijakan IKPA

OpsiTujuanBenefitCost
  1. Kebijakan relaksasi untuk seluruh indikator
Memberikan  waktu bagi satker dalam mengelola keuangan tanpa dibatasi adanya penilaian IKPATidak ada batas waktu bagi satker dalam melaksanakan keuangan
  • Memberikan kelonggaran dalam pengelolaan keuangan, tapi dimungkinkan akan berdampak pada ketidakpatuhan satker dalam mencapai nilai maksimum IKPA
  1. Penilaian IKPA untuk seluruh indikator
Satker menjaga pengelolaan keuangannya dengan baik, sesuai indikator-indikator yang ada dalam IKPASatker akan sangat berhati-hati dalam mengelola keuangannya agar memperoleh hasil IKPA yang maksimal
  • Pembatasan untuk melakukan Revisi dan Halaman III DIPA, akan berdampak pada penyerapan anggaran, karena satker  tidak memeperoleh fleksibilitas dalam melakukan revisi untuk menyesuaikan kegiatannya
  1. Relaksasi sebagian indikator
Menjaga agar realisasi anggaran dapat tercapai, namun tanpa disertai kendala pencairan
  • Satker  lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan
  • Ada kelonggaran untuk indikator Halaman III DIPA yang tidak menghambat penyerapan anggaran
  • Kebijakan realokasi dan refocussing di Eselon I KL yang berdampak pada Halaman III DIPA
Kelonggaran pada beberapa indikator dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam pengelolaan keuangan

4. Melaksanakan konsultasi publik

Konsultasi diselenggarakan guna memperoleh informasi lengkap untuk memilih opsi terbaik, yang dilaksanakan dengan melibatkan sejumlah satuan kerja yang memiliki pagu besar melalui diskusi atau wawancara online.

5. Melaksanakan solusi dan strategi implementasi

Berdasarkan tabel di atas, alternatif solusi yang dapat memberikan manfaat terbaik berupa relaksasi sebagian atas beberapa indikator.  Opsi ini menjadi solusi terbaik karena memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan dua opsi lainnya. 

 

Manfaat Kebijakan Pengukuran Kinerja

Pilihan atas kebijakan relaksasi sebagian indikator memberikan rekomendasi bahwa pemberian relaksasi pada beberapa indikator terkait penganggaran, seperti Revisi DIPA, dan deviasi halaman III DIPA memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi satker untuk menyesuaikan kegiatannya di TA 2022 sebagai bentuk dukungan terhadap program penanggulangan pandem Covid-19. Selain itu, kebijakan relaksasi sebagian indikator juga merupakan bentuk kebijakan Pemerintah yang mendorong tercapainya indikator penyerapan anggaran sehingga tujuan dari akselerasi belanja Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi Government Spending dapat tercapai. Namun, di sisi lain, strategi implementasi kebijakan relaksasi sebagian di TA 2022 ini, juga memerlukan kajian lebih lanjut dengan melibatkan perwakilan satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga sebagai bentuk partisipasi publik dalam perumusan kebijakan Pemerintah. 

 

Oleh

Ingelia Puspita

Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung

 

Kirim Komentar

0 Komentar