MAKNA REFORMASI PERPAJAKAN DI HARI DAMAI ACEH DAN KEMERDEKAAN INDONESIA

29 Agustus 2023, Penulis : Bambang Irawan

Tanggal 15 Agustus dan 17 Agustus hanya berselang dua hari di kalender yang tergantung di dinding rumah kita, namun bagi masyarakat Aceh, dua tanggal itu bermakna luar biasa. Tanggal 15 Agustus merupakan hari damai Aceh, di mana di tanggal yang sama tahun 2005, pemerintah Indonesia bersama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) perdamaian di Helsinki, Finlandia ditengahi pemerintah Finlandia. MoU ini menandai berakhirnya konflik berkepanjangan dan melelahkan antara pemerintah Indonesia dan GAM di Aceh selama hampir 30 tahun. 

Tanggal 17 Agustus Indonesia merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-78. Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tanggal simbol kebebasan negeri ini dari cengkeraman penjajah yang selama ratusan tahun mencengkeram bumi pertiwi. 

Waktu akhirnya berlalu dan di tahun 2023 ini, genap 18 tahun lamanya Aceh damai dan terintegrasi dengan Indonesia. Apa saja sebenarnya yang sudah berubah dari kehidupan masyarakat Aceh dari sejak ditandatanganinya MoU Helsinki hingga sekarang?

Sejak MoU selesai ditandatangani, pemerintah Indonesia dan Aceh bekerja sama untuk membangkitkan Aceh dari puing penderitaan akibat konflik selama hampir 30 tahun dan bencana tsunami maha dahsyat di tahun 2004 , untuk kembali menjadi Aceh yang aman dan sejahtera, laiknya Aceh di puncak kejayaan zaman Sultan Iskandar Muda. Aceh juga diberikan otonomi khusus untuk mengelola daerahnya sendiri.

 

Transfer ke Daerah dalam APBD Aceh

Pemerintah terus berkomitmen untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia termasuk Aceh. Di porsi penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ada pos Transfer ke Daerah sebagai bukti dukungan pemerintah pusat ke Aceh untuk membiayai operasional pembangunan Aceh. Di tahun 2022, pos pendapatan APBD Aceh dari transfer ke daerah mencapai 34,06 triliun atau 86,02 persen dari total pendapatan APBD Aceh sebesar 39,71 triliun. 

Dana transfer dari pusat itu digunakan sebesar-besarnya untuk Aceh termasuk membangun infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, rumah sakit dan lainnya. Selain itu pemerintah juga hadir di Aceh di masa-masa tergenting, seperti halnya ketika pandemi COVID-19 menjadi marabahaya paling signifikan yang mengancam keselamatan rakyat Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mengurangi efek negatif COVID-19. Salah satu isi program itu yaitu pemberian insentif pajak seperti fasilitas pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25, PPh UMKM Ditanggung Pemerintah, dan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. Insentif pajak telah memberikan keringanan kepada masyarakat sehingga penghasilannya bisa dialihkan untuk belanja masyarakat agar roda perekonomian tetap berputar.

Lewat program PEN tersebut ditambah kebijakan lainnya, sejak 2021 penerimaan pajak selalu tercapai melebihi target yang sudah ditentukan. Penerimaan pajak yang tercapai ini berdampak langsung ke stabilitas perekonomian masyarakat, terlihat dari meningkatnya penyerapan kerja (2,6 juta lapangan kerja di tahun 2021) sehingga tingkat pengangguran menurun cukup signifikan. Hal ini secara langsung mendorong penurunan angka kemiskinan dari 27,55 juta di 2020 menjadi 26,50 juta di 2021.

Hal-hal baik yang tercapai di 2021 berdampak juga di tahun 2022 di mana ekonomi Indonesia tidak terkontraksi terlalu besar, bahkan cepat bangkit dengan angka lumayan signifikan. Salah satu alasan utama di balik pencapaian itu adalah penerimaan pajak yang optimal setiap tahunnya. Pajak tersebut sebagian dipungut dari masyarakat Aceh, untuk kemudian dikembalikan ke Aceh dalam Transfer ke Daerah di pos penerimaan APBD Aceh yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran Aceh.

 

Urgensi Reformasi Pajak

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo berujar, “Dalam menghadapi tantangan COVID-19 dan ketidakstabilan ekonomi dunia, Indonesia membutuhkan ketahanan fiskal yang kuat, dengan APBN sebagai instrumennya. Pajak merupakan salah satu komponen vital dalam struktur APBN kita. Untuk mendukung kegiatan pengumpulan pajak yang optimal, sebagai bagian upaya untuk mencapai ketahanan fiskal yang kuat, diperlukan sistem administrasi perpajakan yang modern, efektif, dan efisien“.

Demi mencapai tantangan tersebut, reformasi perpajakan secara menyeluruh di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mutlak harus dilakukan, baik dari sisi organisasi, peraturan perpajakan, sumber daya manusia, dan lainnya.

Reformasi Pajak sudah bergulir sejak tahun 1983, di mana terjadi reformasi undang-undang yang mengubah sistem perhitungan official assessment atau pajaknya dihitung oleh fiskus, menjadi self assessment, di mana setiap wajib pajak wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri.

Sekarang, Indonesia sudah memasuki tahap ketiga reformasi perpajakan yang dimulai sejak 2017. Reformasi pajak yang terjadi diawali oleh reformasi undang-undang yang ditandai dengan adanya tax amnesty atau pengampunan pajak di 2016, lalu reorganisasi birokrasi serta pengelolaan SDM, reformasi peraturan perpajakan secara terus-menerus, dan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau yang nanti dikenal dengan core tax system.

 

Core Tax System

Di tahun 2021, terbit Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengubah banyak ketentuan perpajakannya, termasuk salah satunya sinkronisasi NIK (nomor induk kependudukan) dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Reformasi Perpajakan ini akan berlangsung secara masif, dan nanti puncaknya di tahun 2024 di mana core tax system akan dipergunakan secara nasional menggantikan sistem perpajakan yang sebelumnya eksis.

Lalu seberapa penting implementasi core tax system bagi ekonomi secara nasional, dan khususnya bagi kehidupan bermasyarakat Aceh? Dengan adanya core tax system, seluruh data perpajakan akan terintegrasi ke satu aplikasi, sehingga jauh lebih mempermudah administrasi perpajakan wajib pajak. Akun wajib pajak itu nantinya akan diatur dengan sistem Taxpayer Account Management (TAM).

Selain perubahan signifikan aplikasi perpajakan yang memudahkan masyarakat dalam melakukan kewajiban perpajakannya, reformasi perpajakan akan tanpa henti melakukan perbaikan terus menerus di bidang organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan. Reformasi ini tanpa lelah memperbaiki sendiri, dengan tujuan akhir mengoptimalkan penerimaan pajak sebagai tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia dengan porsi penerimaan lebih dari 70% dari total penerimaan negara.

Dengan berjalannya reformasi perpajakan secara sistematis dan sustainable, pada akhirnya masyarakat Aceh yang akan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan menjadi terjamin dengan program-program yang disusun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Semua demi mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945; memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

 *)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Kirim Komentar

0 Komentar