Kemandirian Fiskal Lampung Semester I Tahun 2022

20 September 2022, Penulis : Yusron Kamal

Otonomi daerah diawali dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pada peraturan tersebut, definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi menuntut kemandirian daerah di berbagai bidang, termasuk kemandirian didalam mendanai dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya (Habibi, 2015). Dengan adanya, otonomi daerah maka terjadi desentralisasi yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi termasuk menyusun program-program pembangunan daerah dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah (Kharisma, 2013). Hal tersebut sesuai dengan money follow functions, yaitu pelimpahan tugas kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus disertai dengan pelimpahan keuangan (Hastuti, 2018).

Desentralisasi dapat berjalan optimal jika daerah otonom memiliki kemampuan finansial yang memadai yang sering disebut dengan kemandirian fiskal (Rusdiana, 2017). Kemandirian fiskal suatu daerah dapat dihitung dengan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah adalah rasio yang menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan yang diperlukan daerah (Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, 2022). 

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi, yaitu antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Rokok, dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Sedangkan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, yaitu antara lain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), Pajak Reklame, Pajak Air Tanah (PAT), Pajak MBLB, Pajak Sarang Burung Walet, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB. 

Provinsi Lampung memiliki 16 (enam belas) pemerintah daerah termasuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah daerah tersebut antara lain Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus,  Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Way Kanan. Masing-masing rasio kemandirian keuangan dari seluruh pemerintah daerah di Provinsi Lampung ditunjukkan pada tabel berikut: 

Tabel : Rasio Kemandirian Keuangan Lampung Semester I Tahun 2022

Pemerintah Daerah

Periode

Triwulan I 2022

Unaudited (%)

Triwulan II 2022

Unaudited (%)

Kabupaten Lampung Barat

6,36

8,88

Kabupaten Lampung Selatan

11,31

14,48

Kabupaten Lampung Tengah

7,84

8,81

Kabupaten Lampung Timur

0*

4,68

Kabupaten Lampung Utara

0,56

2,91

Kab Mesuji

1,94

2,83

Kabupaten Pesawaran

3,36

5,34

Kabupaten Pesisir Barat

1,33

3,53

Kabupaten Pringsewu

2,89

4,27

Kabupaten Tanggamus

2,06

3,37

Kabupaten Tulang Bawang

1,62

3,11

Kabupaten Tulang Bawang Barat

0,36

6,21

Kab Way Kanan

0,52

4,36

Kota Bandar Lampung

28,44

32,64

Kota Metro

17,25

25,77

Provinsi Lampung

51,90

57,33

Ket: 

*= data tidak tersedia

Sumber: diolah dari Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian Tingkat Wilayah Lampung (Kanwil DJPb Provinsi Lampung, 2022)

 

Tabel di atas menunjukkan Rasio Kemandirian Keuangan pada seluruh pemerintah daerah di Lampung Tahun 2022 dari periode Triwulan I sampai dengan Triwulan II. Kemandirian keuangan Lampung periode Triwulan II 2022 menunjukkan peningkatan kemandirian pada setiap pemerintah daerah di Provinsi Lampung dibandingkan dengan Triwulan I. Namun, penilaian kemandirian tersebut masih termasuk kategori “Kurang” yang ditunjukkan dengan 75% pemerintah daerah di Provinsi Lampung kemandirian pada tingkat “0,00% - 10,00%”. 

Rasio kemandirian keuangan Pemerintah Provinsi Lampung merupakan rasio kemandirian keuangan terbesar dan memiliki kesenjangan yang cukup besar dibanding pemerintah daerah lainnya di Provinsi Lampung. Selain itu, kriteria penilaian kemandirian keuangan Pemerintah Provinsi Lampung ialah “Sangat Baik”. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya PAD yang dimiliki, yaitu sebesar Rp642.278.281.290 (triwulan I 2022) dan Rp1.403.744.893.247 (triwulan II 2022) sehingga rasio kemandirian fiskalnya  berada pada range lebih dari 50 persen. 

Rasio kemandirian keuangan pemerintah daerah di Provinsi Lampung yang terbesar kedua ialah pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pemerintah Kota Bandar Lampung mendapatkan kriteria penilaian kemandirian keuangan “Sedang”. Hal tersebut disebabkan oleh cukup besarnya PAD yang dimiliki, yaitu sebesar Rp102.288.929.638 (triwulan I 2022) dan Rp294.401.424.862 (triwulan II 2022) sehingga rasio kemandirian fiskalnya  berada pada range lebih dari 20,01-30,00 persen.

Sampai dengan Triwulan II 2022, pendapatan daerah Lampung dari pagu Rp29.188,36 miliar terealisasi sebesar Rp10.614,21 miliar atau turun 22,45 persen dibanding Triwulan II 2021 (y-o-y). Selain karena adanya penurunan target, penurunan realisasi hampir seluruh komponen pendapatan yang terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah juga menjadi penyebab terjadinya kontraksi.

Secara keseluruhan Realisasi Pendapatan Daerah Triwulan II 2022 terutama masih didominasi oleh pendapatan transfer yang menyumbang 78,34 persen kemudian diikuti PAD sebesar 20,55 persen dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 1,10 persen. Namun demikian, proporsi realisasi PAD naik 4,55 persen dibandingkan triwulan II 2021 yang hanya sebesar 16,00 persen. Realisasi PAD Lampung di Triwulan II 2022 mengalami penurunan sebesar 0,40 persen (y-o-y). Penurunan ini disebabkan adanya penurunan yang cukup signifikan pada komponen retribusi   daerah  yang  terkontraksi  hingga 51,56 persen. Sementara komponen pajak daerah tumbuh positif sebesar 5,68 persen dan mencatatkan angka realisasi sebesar Rp1.675,86 miliar. Kenaikan pajak daerah mengindikasikan aktivitas ekonomi daerah yang mulai membaik seiring dengan geliat pemulihan ekonomi karena aktivitas masyarakat yang telah bergerak kembali setelah pandemi COVID-19 melandai.

Sedangkan gambaran pendapatan konsolidasian hingga triwulan II 2022 diperoleh melalui 3 analisis yang dilakukan yakni, analisa kontribusi komponen pendapatan konsolidasian terhadap total pendapatan konsolidasian, kedua, analisa pertumbuhan (growth) komponen pendapatan konsolidasian dan ketiga adalah analisa tax ratio atau rasio pajak konsolidasian terhadap PDRB.

Secara detail penjelasan dari ketiga analisa diatas adalah sebagai berikut: Kontribusi Penerimaan  Perpajakan terhadap total Pendapatan Konsolidasian Triwulan II 2022 sebesar Rp6,539 triliun atau tumbuh 22,51 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021 tertinggi dibandingkan  dengan  komponen  pendapatan  konsolidasian  lainnya,   yaitu   PNBP sebesar Rp861,69 miliar atau menurun 42,61 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Perlu adanya suatu upaya maksimal untuk menggenjot pendapatan di luar perpajakan.

Pertumbuhan pendapatan konsolidasian Triwulan II 2022 sebesar 8,18 persen dibandingkan Triwulan II 2021, pertumbuhan ini berasal dari pertumbuhan Penerimaan Perpajakan sebesar 22,51 persen sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak menurun menjadi -42,61 persen. Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan disebabkan oleh meningkatnya transaksi eksport hasil produk CPO, Cangkang Sawit, dan Palm Kernel Expeller (Bungkil) yang masih menjadi komoditi andalan penyumbang bea keluar di Provinsi Lampung dan Program Pengungkapan Sukarela. Pertumbuhan pendapatan konsolidasian juga didukung oleh kenaikan PAD, hal ini menunjukkan pemungutan pajak lebih optimal yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Kirim Komentar

0 Komentar