Euforia Inovasi IT: Sinergi dan Kolaborasi dalam Perspektif Integrasi atau Interkoneksi Data

24 Januari 2022, Penulis : Muhammad Nur

Kehadiran Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) tentu telah dan akan memberikan banyak kemudahan dan keuntungan bagi semua pihak, tidak terkecuali kepada organisasi pemerintahan. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat juga turut melahirkan banyak sekali inovasi, hasil dari kreativitas putra-putri terbaik negeri yang pada prinsip dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan, kecepatan, dan macam-macam keuntungan lain dalam berbagai bidang dan urusan. Euforia ini kemudian juga menjadi bagian dari beberapa kompetisi yang menjadikan inovasi berupa aplikasi berbasis IT menjadi salah satu kriteria dan pertimbangan penilaian yang relatif besar untuk melihat keberhasilan sebuah organisasi, termasuk di dalamnya organisasi pemerintah.

Namun demikian ketika suatu organisasi terlena dengan begitu banyaknya aplikasi dan inovasi berbasis IT yang dibangun dan dikembangkan, sangat perlu untuk melihat lebih dalam dari perspektif yang berbeda. Ketika kantor pusat sebuah organisasi pemerintah misalnya menelurkan sebuah aplikasi lalu “dipaksakan” untuk digunakan oleh kantor-kantor vertikalnya, perlu mempertimbangkan atau bahkan mengumpulkan data (misal hasil survei dan studi kasus di beberapa unit vertikal) agar kebijakan implementasi aplikasinya tidak sepihak dan dikuatirkan akan menimbulkan resistensi dari “bawah”. Pengumpulan data dari “bawah” sebagai bagian dari pertimbangan sebelum implementasi sebuah aplikasi adalah bagian dari strategi agar karakteristik sebuah aplikasi juga dapat disesuaikan dengan karakteristik para penggunanya. Dengan metode bottom up ini, kolaborasi juga dapat dibangun dengan lebih baik. Dalam tulisan ini, kita akan membahas dari setidaknya tiga topik, pertama internal organisasi, kedua antar unit organisasi, dan ketiga antar Kementerian/Lembaga.

Dalam internal organisasi (terutama yang memiliki kantor vertikal di daerah), kolaborasi dan sinergi ketika merancang, membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan sebuah aplikasi idealnya dapat melibatkan semua pihak, baik pada unit developer maupun dari unit vertikal di daerah. Sebuah aplikasi (sebut saja “intern apps”) yang dibangun oleh kantor pusat organisasi, tentu nantinya ketika tahap implementasi maka yang menjadi user dan menjalankan aplikasi tersebut secara rutin adalah kantor vertikal. Sementara pihak kantor pusat selaku developer dapat memanfaatkan data-data dari aplikasi intern apps untuk keperluan pendukung pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan. Dari perspektif kantor vertikal, tentu akan relatif merepotkan apabila para pegawai masih saja diberikan “tambahan pekerjaan” berupa pengisian/input data ke intern apps yang jumlahnya seringkali tidak hanya 1 atau 2 aplikasi saja, mungkin bisa lebih dari 5 aplikasi. Yang lebih merepotkan lagi apabila proses dalam input data ke dalam intern apps ini masih dilakukan secara manual (katakanlah demikian, ketika user masih harus unggah data/laporan dengan mengunggah file pdf misalnya). Padahal dengan berkembangnya IT, seharusnya data-data tersebut bisa diperoleh melalui proses integrasi dan/atau interkoneksi data antar sistem. Kita mungkin mengetahui bersama bahwa di setiap organisasi (unit terkecil hingga terbesarnya, atau secara parsial hingga secara utuh) telah memiliki “data masing-masing”. Mungkin bisa dimaklumi ketika tahap awal pembangunan aplikasi masih ada proses input data secara manual ke dalam sistem, akan tetapi apabila aplikasi ini (atau yang sejenis) ternyata sudah ada dan/atau data-data terkait yang diperlukan oleh aplikasi dimaksud sebenarnya telah ada pula di sistem/aplikasi lainnya, lalu mengapa masih pula diperlukan proses input data secara “manual” tadi? Sebuah inefektivitas dan inefisiensi tentunya. Maka, diperlukan pandangan, masukan, saran, pengalaman, dan pendapat dari calon-calon user aplikasi sedari awal aplikasi dirancang. Jangan sampai ketika aplikasi sudah diimplementasikan, kemudian hanya menjadi sesuatu yang akhirnya tidak digunakan karena dianggap tidak efektif dan tidak efisien dalam mendukung/menunjang pekerjaan. Lebih mirisnya lagi jika aplikasi itu justru dianggap merepotkan dan menambah pekerjaan saja. Untuk dapat membuat suatu aplikasi yang dapat digunakan oleh semua pihak dan seragam tentunya memang akan membutuhkan upaya, waktu, dan biaya yang relatif besar. Maka dari itu, jangan pula pihak developer mengabaikan kebutuhan pengguna. Oke, memang kita tidak akan mungkin bisa memenuhi dan mengakomodasi semua kebutuhan user, akan tetapi jika aplikasi yang dibangun dari awal sudah melibatkan para calon user, maka diharapkan resistensi dari pihak user juga dapat diminimalisir.

Demikian halnya dalam perspektif antar unit organisasi (dalam satu Kementerian/Lembaga) atau juga antar Kementerian/Lembaga. Setiap unit organisasi (misal dalam satu K/L) tentu memiliki datanya masing-masing. Untuk keperluan yang lebih besar, mungkin ada salah satu pihak (misal koordinator atau Sekretariat K/L) kemudian merancang sebuah aplikasi (sebut saja unit apps) yang nantinya diharapkan dapat digunakan/diimplementasikan pada seluruh unit di dalam K/L tersebut. Maka, kebutuhan dalam unit apps ini dimana perlu data-data dari masing-masing unit eselon di K/L tersebut, seharusnya dapat di-supply dengan difasilitasi oleh IT pula. Jangan ada lagi proses-proses input data secara manual, apalagi jika melihat bahwa unit apps yang dibangun adalah untuk kepentingan K/L itu sendiri. Yang mungkin dapat menjadi penghambat dan tantangan pada contoh ini adalah masih adanya ego sektoral dan ego struktural. Masih ada unit yang menganggap bahwa datanya lebih penting dari unit lain. Maka diperlukan kerelaan dan komitmen dari semua pimpinan unit agar proses data sharing, integrasi, atau interkoneksi data antar unit dapat dilakukan. Demikian halnya dalam contoh kasus yang lebih luas, misal integrasi atau interkoneksi data antar K/L (sebut saja nation apps). Semangat kolaborasi dan sinergi sudah seharusnya menjadi salah satu faktor pendorong ketika suatu organisasi akan merancang, membangun, atau mengembangkan sebuah aplikasi berbasis IT, baik untuk intern apps, unit apps, maupun nation apps. Tentu untuk data-data tertentu yang sifatnya rahasia dan sensitif tidak bisa dan tidak boleh dengan mudah dibagikan kepada pihak lain. Namun, secara sistem hal ini mungkin relatif bisa diatasi dengan membuat batasan-batasan tertentu yang disepakati antar pihak dalam hal integrasi atau interkoneksi data yang dirancang.

Dalam perspektif integrasi atau interkoneksi data dalam bidang keuangan negara, kita dapat mengambil contoh aplikasi SAKTI dan SPAN. Kedua aplikasi ini menjadi backbone dari proses modernisasi sistem penganggaran yang berbasis IT di Indonesia. SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) dirancang, dibangun, dan dikembangkan untuk mengakomodir proses perencanaan, pelaksanaan anggaran, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran satuan kerja. Modul-modul yang diintegrasikan ke dalam SAKTI pada prinsipnya adalah aplikasi-aplikasi yang sudah familiar di satuan kerja, seperti SIMAK BMN dan Persediaan, SAS, SAIBA, dan lain-lain. Semua aplikasi tersebut yang sebelumnya hanya stand alone (di-install di komputer masing-masing) kemudian diintegrasikan ke dalam satu aplikasi SAKTI yang berbasis web. Dengan proses perancangan ini diharapkan database penganggaran satuan kerja dapat lebih terjaga, baik dari sisi keamanan data, maupun validitas dan reliabilitas data keuangan satuan kerja yang tersimpan di data center keuangan negara. Aplikasi SAKTI kemudian juga terkoneksi dengan SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara), yang menjadi salah satu core system dalam penganggaran pemerintah Indonesia. Di dalam SPAN, semua permintaan pembayaran oleh satuan kerja akan divalidasi dan diproses hingga terbit SP2D-nya. 

Proses integrasi dan interkoneksi sistem dan aplikasi keuangan negara ini sangatlah penting untuk menciptakan database tunggal yang valid dan reliabel dalam rangka menghindari masalah klasik seperti adanya kesalahan pembayaran, dan sebagainya. Tentu saja, dalam proses perancangan, pembangunan, dan pengembangan aplikasi tidak bisa satu pihak bergerak sendiri. Diperlukan saran, masukan, dan ide-ide dari seluruh pihak yang terlibat dalam proses penganggaran pemerintah. Pembuatan sebuah aplikasi juga tidak bisa mengesampingkan hal-hal baik teknis maupun non-teknis diluar IT sekalipun, karena langsung ataupun tidak langsung akan ada banyak aspek yang akan terlibat ke dalam pengembangan aplikasi, seperti regulasi dan dasar hukum, biaya dan manfaat, SDM, dan simplifikasi proses bisnis. Maka, diperlukan sinergi dan kolaborasi yang baik antara semua pihak yang terlibat, dengan juga mengikis ego-ego sektoral dan struktural yang mungkin selama ini masih ada.

Euforia inovasi aplikasi dalam konteks perkembangan IT yang pesat memang ibarat sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, inovasi IT diharapkan akan menghadirkan banyak kemudahan. Namun terkadang justru menghadirkan kerepotan terutama bagi pihak pengguna aplikasi, apabila masih ada proses input data secara manual dalam sistem dan aplikasi yang dibangun tersebut. Jika semangat sinergi dan kolaborasi dikedepankan, lalu pimpinan organisasi memiliki komitmen kuat demi kebaikan negeri ini, maka sudah seharusnya integrasi atau interkoneksi data dapat dilakukan secara lebih baik.

 

Disclaimer: Tulisan ini adalah opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan institusi tempat penulis bekerja

Kirim Komentar

0 Komentar