Dukungan Pemerintah dari Sektor Fiskal

14 Desember 2023, Penulis : Josua Tommy Parningotan Manurung

Apa yang terlintas dalam pikiran ketika mendengar kata Fiskal? 
Pajak? Uang? Peraturan? Ekonomi? 
Keempat hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Fiskal berasal dari bahasa latin yaitu fiscus yang merupakan nama seseorang yang memiliki atau memegang kekuasaan atas keuangan pada zaman Romawi kuno. 

Fiskal berhubungan dengan peraturan ekonomi yang dibuat oleh Badan Kebijakan Fiskal yang memiliki tugas dan fungsi untuk membuat perumusan dan pemberian rekomendasi kebijakan di bidang fiskal dan sektor keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Kebijakan Fiskal dapat menjadi pisau bermata dua bagi suatu negara jika tidak dikelola dengan baik, seperti fenomena The Great Depression pada tahun 1930 di Amerika Serikat. Beberapa ekonom berpendapat bahwa The Great Depression diakibatkan oleh terlalu besarnya intervensi pemerintah dan regulasi atas pasar sedangkan ekonom lain berpendapat The Great Depression diakibatkan semangat Laissez-faire yang bertitik pada kebebasan pasar seluas-luasnya tanpa ada campur tangan pemerintah.

Dukungan Pemerintah dari Sektor Fiskal untuk Pembangunan Indonesia ada pada presiden dan dikuasakan kepada Chief Financial Officer yaitu Menteri Keuangan. Menteri Keuangan memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan fiskal dalam sebuah negara. 

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan yang disesuaikan sesuai siklus perekonomian yang terjadi di dunia, yaitu transaksi. Kebijakan fiskal dapat mempengaruhi kegiatan transaksi jual-beli di masyarakat seperti pajak yang mengatur masalah tarif bahkan insentif pajak. Ketika pemerintah memberikan insentif pajak seperti Insentif PPh Final UMKM bagi umkm yang memiliki Surat Keterangan PP 23, tidak perlu membayar PPh alias PPh Ditanggung Pemerintah sehingga harga jual barang UMKM dapat lebih rendah. Insentif PPN atas properti pun demikian, PPN ditanggung pemerintah ini dimanfaatkan untuk setiap satu orang pribadi atas perolehan satu rumah tapak atau satu satuan rumah susun, sehingga harga rumah bisa menjadi lebih murah sebab PPN 11 persen akan Ditanggung Pemerintah untuk wajib pajak orang pribadi yang membeli rumah pertamanya. 

Selain itu, terdapat beberapa Insentif Pajak sebagai Salah Satu Instrumen Pendukung Pemulihan Ekonomi, yaitu: 

1. Insentif untuk meningkatkan daya beli masyarakat– PPh Pasal 21 

2. Insentif untuk membantu likuiditas dan kelangsungan usaha –PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, Restitusi PPN 

3. Insentif penurunan tarif PPh Badan yang berlaku umum– PPh Pasal 25 Selain kebijakan fiskal dari segi pendapatan, dari segi belanja yaitu stimulus melalui transfer payment berupa public goods and services pun diberikan melalui penyaluran DAK Fisik Untuk pembangunan sanitasi dan pembersihan sampah di DKI Jakarta. 

Kebijakan Moneter vs Kebijakan Fiskal

Terdapat beberapa perbedaan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter dibuat oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia, dan kebijakan moneter dibuat oleh pemerintah. Fokus kebijakan kedua nya pun berbeda, yaitu kebijakan fiskal pada anggaran pemerintah (APBN) dan pajak, sedangkan kebijakan moneter berfokus pada pengaturan uang beredar dan suku bunga. Kebijakan moneter dapat berfokus pada peningkatan suku bunga sedangkan kebijakan fiskal pada anggaran pemerintah dan pajak 

Haruskah Pembuat Kebijakan Moneter dan Pembuat Kebijakan Fiskal melakukan upaya menstabilkan ekonomi? Terdapat pro dan kontra terhadap pernyataan tersebut. 

Beberapa negara mengalami dampak resesi, sehingga menurut para pakar ekonomi yang pro terhadap kebijakan ini, policymaker perlu mencoba menstabilkan perekonomian negaranya. Resesi terjadi saat demand permintaan turun. Ketika permintaan turun dan supply yang sudah terlanjur banyak, maka supply tidak ada yang membeli dan terbuang sia-sia (bila barang tersebut adalah barang habis pakai). Resesi memiliki banyak dampak, hal ini berkaitan dengan perkembangan teori ekonomi yang menunjukan bagaimana cara membuat kebijakan publik akan mengurangi parahnya fluktuasi ekonomi. Kemudian Ketika permintaan agregat tidak memadai untuk memastikan lapangan kerja penuh, pembuat kebijakan harus meningkatkan pengeluaran pemerintah, memotong pajak, dan memperluas jumlah uang beredar. Tindakan kebijakan semacam itu menempatkan teori ekonomi makro untuk penggunaan terbaiknya dengan mengarah ke ekonomi yang lebih stabil, yang menguntungkan semua orang. 

Namun disisi lain kebijakan fiskal bekerja lambat karena proses politik yang panjang dan sering berubah yang mengatur perubahan dalam pengeluaran dan pajak. Hal ini butuh waktu bertahun-tahun untuk mengusulkan, lulus, dan menerapkan perubahan besar dalam kebijakan fiskal. Sering kali pembuat kebijakan secara tidak sengaja dapat memperburuk keadaan ekonomi daripada mengurangi besarnya fluktuasi ekonomi. Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal tidak mempengaruhi perekonomian secara langsung tetapi sebaliknya bekerja dengan jeda yang panjang. Ketika kondisi perekonomian yang bertumbuh positif, namun dibarengi dengan tingkat inflasi yang tinggi (Overheating), maka kebijakan moneter yang dibuat oleh Bank Indonesia dapat berupa menaikkan suku bunga dan likuiditas diperkuat. 

Kebijakan fiskal di RAPBN/APBN 2024

Pendapatan negara pada RAPBN tahun anggaran 2024 ditargetkan sebesar Rp2.781,3 triliun dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp2.307,9 triliun. Namun setelah persetujuan APBN 2024 sebagai Fiscal Tools Pemerintah Indonesia dan yang telah disetujui DPR, memiliki beberapa fokus utama pada APBN 2024, yaitu: Penurunan Kemiskinan, Stunting, dan Kesenjangan. Menurut Presiden Joko Widodo, kebijakan fiskal dirancang untuk mempercepat target dan prioritas pembangunan nasional. Proses pengolahan bahan baku menjadi barang siap pakai, baik hasil tambang maupun pangan, akan terus dilanjutkan, selain itu perlindungan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berpendapatan rendah, juga akan tetap menjadi fokus penting untuk menopang perbaikan struktural secara fundamental. 

Keseimbangan Primer tahun 2024 adalah negatif yang mana total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang. 

Penulis menghitung Belanja Bunga utang sejumlah Rp548,3 T, didapat dari rumus Keseimbangan Primer = Pendapatan Negara - (Belanja Negara - Belanja Bunga Utang). Pembayaran belanja bunga utang atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah ada dan perkiraan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang. 

Pembayaran kewajiban pemerintah atas bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN), bunga Obligasi Negara, Imbalan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bunga Pinjaman Program, Bunga Pinjaman Proyek, dan bunga Utang Luar Negeri melalui penjadualan kembali pinjaman. 

Kebijakan fiskal dalam penerbitan Surat Berharga Negara adalah tarif pajak atas keuntungan kupon Surat Berharga Negara sebesar 10 persen dikali total nilai kupon (imbalan) yang diterima investor. Tarif ini turun sejak agustus 2021 yang semula 15 persen yang artinya akan menaikkan jumlah investor pada Surat Berharga Negara. Pembiayaan ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko, Kementerian Keuangan. 

Unit Eselon 1 Kementerian Keuangan lain pun turut andil dalam pembangunan, sinergi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). DJPK merumuskan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya yang berupa Dana Bagi Hasil (Pajak ataupun Cukai Hasil Tembakau), diteruskan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk dibagikan ke Daerah. 

Penulis, sebagai salah satu pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Balige, dapat memaparkan bahwa Per 1 Januari s.d 31 Oktober tahun 2023, KPPN Balige telah merealisasikan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp3,09 triliun kepada 4 Kabupaten tersebut. Rincian TKDD berupa Dana Bagi Hasil sebesar Rp67.535.015.450. Dana Insentif Fiskal sebesar Rp29.870.881.000, Dana Desa sebesar Rp433.269.884.200, DAK Fisik sebesar Rp298.332.136.364 dan DAK Non Fisik sebesar Rp467.602.132.308. KPPN Balige ini memiliki wilayah kerja 4 kabupaten, yaitu Toba, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara.4 

Realisasi terbesar ada pada Dana Alokasi Umum sebesar Rp1.802.450.856.055 atau sekitar 86,73% dari TKDD.

 

Bagaimana Cara Masyarakat Mendukung Pembangunan dari Sektor Fiskal? 

Masyarakat dapat ikut andil dalam mendukung pemerintah dengan cara lebih memilih berinvestasi di Indonesia melalui Surat Berharga Negara, melakukan pencatatan dan pembukuan yang baik, benar, dan jelas untuk mendukung kewajiban perpajakan, serta memanfaatkan berbagai insentif pajak yang ada, seperti Insentif PPN pembelian rumah pertama oleh wajib pajak orang pribadi dibawah 2 Miliar. Selain itu, masyarakat dapat mengawasi pelaksanaan pembangunan dan melaporkan pihak yang diduga melakukan maladministrasi ataupun penyelewengan dana yang sudah dikucurkan pemerintah seperti Dana Bos, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Bantuan Sosial, dan lain sebagainya ke Ombudsman RI, KPK atau Whistleblowing Kemenkeu bila diduga pihak Kementerian Keuangan ikut terlibat. Dana yang telah disalurkan oleh KPPN ke Pemerintah Daerah, sebaiknya perlu pengawasan oleh Inspektorat Jenderal satuan kerja masing-masing, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Keuangan, KPK dan BPKP.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Kirim Komentar

0 Komentar