Belajar Mengelola Obligasi Negara dari Negeri Sakura

21 Oktober 2021, Penulis : Galih Ardin

Badan Pusat Statistik (2021) mencatat bahwa beberapa saat setelah virus covid 19 dinyatakan masuk ke Indonesia, terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi selama triwulan II tahun 2020 terkontraksi sebesar -5,32%. Bahkan, kontraksi ekonomi ini terus berlanjut pada triwulan ketiga dan keempat tahun 2020 dengan nilai kontraksi sebesar -3,49% dan -2,19%. Berkurangnya permintaan, penawaran, aktifitas ekspor – impor serta pembatasan sosial menjadi menyebab utama anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan ekonomi negatif selama tiga triwulan secara berturut tersebut tak elak membuat ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi.

Guna mencegah terperosok ke dalam jurang ekonomi yang lebih dalam pada dasarnya pemerintah sudah menerbitkan berbagai insentif dan subsidi kepada masyarakat dan pelaku usaha guna mengerek permintaan dan penawaran agregat. Namun demikian, insentif dan subsidi yang diberikan tersebut memberikan tekanan besar pada sistem keuangan negara. Bagaimana tidak, ditengah situasi ketidakpastian ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan merosotnya penerimaan pajak, pemerintah dituntut untuk meredam gejolak ekonomi yang melalui berbagai insentif dan subsidi tersebut.

Sebagai upaya untuk mengurangi tekanan terhadap keuangan negara sekaligus memberikan ruang fiskal guna pemulihan ekonomi nasional, maka pada tahun 2020 pemerintah menerbitkan berbagai surat hutang salah satunya adalah Samurai Bonds. Samurai Bonds adalah surat utang negara yang diterbitkan dalam valuta asing berdenominasi Yen Jepang (JPY). Samurai Bond yang diterbitkan pada tahun 2020 terdiri dari lima seri dengan total nilai sebesar 100 milliar yen atau setara dengan 13,5 trilliun rupiah dengan rincian sebagai berikut :

Seri

RIJPY0723

RIJPY0725

RIJPY0727

RIJPY0730

RIJPY0740

Tenor

3 tahun

5 tahun

7 tahun

10 tahun

20 tahun

Nominal Penerbitan

JPY50,7 miliar

JPY24,3 miliar

JPY10,1 miliar

JPY13,4 miliar

JPY1,5 miliar

Tingkat Kupon

1,13%

1,35%

1,48%

1,59%

1,80%

Tanggal Jatuh Tempo

7 Juli 2023

8 Juli 2025

8 Juli 2027

8 Juli 2030

6 Juli 2040

Sumber: DJPPR (2020)

 

Meskipun dalam keterangannya, DJPPR (2020) menyatakan bahwa basis investor Samurai Bonds lebih terdiversifikasi, namun berdasarkan penjelasan di atas, agaknya kita dapat melihat bahwa target utama dari Samurai Bonds adalah investor yang berbasis di Jepang. Oleh karena itu, agar Samurai Bonds dapat diterima oleh para investor Jepang namun tetap aman bagi kondisi keuangan Indonesia, maka paling tidak pemerintah harus mengetahui karakteristik penerbitan obligasi di negeri para samurai tersebut.

Pada dasarnya, publik negeri matahari terbit telah lama familiar dengan bond financing. Mengutip dari website resmi Kementerian Keuangan Jepang (2021) menyatakan pada tahun 1975 pemerintah Jepang mulai menerbitkan bond baik untuk membiayai defisit anggaran maupun untuk pembangunan infrastruktur. Semakin lama, proporsi obligasi pemerintah dalam pembiayaan keuangan negara Jepang semakin meningkat. Bahkan, pada tahun 2020, sebesar 15,0% APBN jepang dibiayai dari national debt service.

Berdasarkan gambar 1 kita bisa melihat bahwa terjadi peningkatan jumlah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Jepang. Antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1998, hutang pemerintah didominasi oleh construction bond yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Namun demikian, semenjak tahun 1999, hutang pemerintah Jepang didominasi oleh special deficit – financing bond yang digunakan untuk menambal deficit APBN. 

Secara agregat, jumlah nilai obligasi yang diterbitkan pemerintah Jepang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah sempat melandai antara periode 1986 – 1991, namun jumlah obligasi pemerintah kembali menanjak di tahun – tahun berikutnya. Bahkan, peningkatan signifikan terjadi antara tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 sebagaimana dapat kita lihat pada gambar 2. Membengkaknya obligasi pemerintah pada tahun 2020 ini antara lain disebabkan karena pemerintah memerlukan dana yang besar untuk menangani pandemi covid 19.

Terdapat dua hal yang menjadi alasan utama penyebab hutang pemerintah Jepang semakin menanjak setiap tahunnya: pertama, terjadi peningkatan belanja yang berhubungan dengan social security seperti tunjangan hidup dan asuransi kesehatan lansia. Kedua, terjadi penurunan penerimaan pajak yang disebabkan oleh menurunanya kegiatan ekonomi dan insentif perpajakan. Agaknya, kedua hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya ageing population di jepang yang pada akhirnya menyebabkan membengkaknya belanja social security dan menurunnya penerimaan pajak.

Meskipun jumlah hutang pemerintah Jepang semakin meningkat, namun secara umum kondisi perekonomian di Jepang tergolong stabil. Bahkan, setiap obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Jepang dapat diserap di pasar domestik. Menurut Kementerian Keuangan Jepang (2020), kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: pertama, pemerintah jepang tidak lagi mengasumsikan tingkat bunga lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Meskipun secara umum kondisi ekonomi di Jepang menunjukkan bahwa tingkat bunga relatif lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi, namun dalam beberapa kasus tingkat bunga justru lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menyebabkan ruang defisit melebar karena sebelumnya pemerintah hanya menganggarkan tingkat bunga sebesar pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dalam kebijakan konsolidasi fiskalnya, pemerintah Jepang tidak lagi mengasumsikan bahwa tingkat bunga di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi. 

Kedua, pemerintah Jepang secara konsisten berusaha untuk menurunkan rasio hutang terhadap GDP. Menurut pemerintah Jepang, dalam kondisi dimana tingkat bunga lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi nominal, rasio hutang terhadap GDP akan sulit diturunkan karena laju pertumbuhan hutang baru setiap tahunnya akan melebihi pendapatan negara yang disebabkan karena defisit pada neraca keseimbangan primer.

Ketiga, kepercayaan rakyat Jepang terhadap surat hutang pemerintah membuat setiap obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dapat diserap dengan baik oleh pasar domestik Jepang. Menurut pemerintah Jepang, ketidakpercayaan masyarakat terhadap obligasi yang diterbitkan pemerintah akan berakibat pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap mata uang dan kondisi keuangan dari institusi keuangan. Lebih lanjut, Kementerian Keuangan Jepang (2020) berpendapat bahwa meskipun obligasi pemerintah diterbitkan dalam denominasi yen, risiko capital flight akan tetap ada. Oleh karena itu, sebisa mungkin pemerintah Jepang menjaga kepercayaan masyarakatnya terhadap surat hutang yang diterbitkannya.

Keempat, Jepang menerapkan kebijakan flexible fiscal responses. Sebagaimana diketahui bahwa defisit yang terjadi di Jepang utamanya disebabkan karena faktor struktural seperti peningkatan anggaran social security yang disebabkan karena rendahnya angka kelahiran dan meningkatnya aging population. Oleh karena itu, pemerintah Jepang menerapkan kebijakan keuangan yang flexible guna merespon tantangan faktor struktural dan perkembangan ekonomi global. 

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka apabila pemerintah Indonesia ingin agar Sakura Bonds dapat diterima dengan baik oleh pasar keuangan Jepang namun tetap responsive terhadap kondisi perekonomian di Indonesia, maka paling tidak ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah khususnya Kementerian Keuangan. Pertama, sebagaimana disebutkan di atas bahwa obligasi yang diterbitkan pemerintah Jepang diserap seluruhnya oleh pasar domestiknya karena pemerintah jepang sangat menjaga kepercayaan masyarakat t  erhadap bond tersebut. Oleh karena itu, agar supaya Sakura bond dapat diterima oleh masyarakat jepang maka pemerintah Indonesia sebisa mungkin menjaga kepercayaan calon investor misalnya dengan hal – hal yang dapat menaikan rating surat utang negara.

Japan credit agency (JCR), sebuah Lembaga pemeringkat kredit Jepang, menempatkan surat utang Indonesia (sovereign credit rating) pada posisi BBB+/outlook stabil pada bulan desember 2020. Sebelumnya, pada bulan Januari 2020 JCR juga menempatkan obligasi Indonesia pada posisi BBB+. Menurut Gubernur Bank Indonesia, terdapat beberapa hal yang menyebabkan JCR mempercayakan obligasi Indonesia pada posisi yang cukup baik tersebut. Pertama, pemerintah Indonesia dianggap berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Meskipun pada kuartal kedua tahun 2020 perekonomian Indonesia sempat mengalami kontraksi cukup dalam, namun dibandingkan dengan negara lain, posisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap lebih baik. Kedua, pemerintah Indonesia dianggap cukup berhasil mengendalikan dampak pandemi corona 19 terhadap perekonomian melalui serangkaian insentif dan stimulus. Ketiga, pemerintah Indonesia dianggap cukup konsisten menjaga momentum reformasi struktural ekonomi meski ditengah pandemic, salah satunya melalui penerbitan Undang – Undang Cipta Kerja (CNN Indonesia, 2020).

Hal kedua yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar Sakura Bonds dapat diterima adalah dengan menetapkan bunga obligasi Sakura Bonds di atas tingkat GDP growth jepang. Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Jepang tidak lagi mengasumsikan bahwa tingkat bunga berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, agar supaya obligasi pemerintah Indonesia dapat bersaing dengan obligasi lain di pasar keuangan Jepang, maka pemerintah harus hati – hati dalam menetapkan bunga obligasi tersebut.

Ketiga, secara konsisten pemerintah Indonesia harus mengurangi ketergantungan pembiayaan hutang dan mengurangi proporsi hutang terhadap GDP. Pemerintah Indonesia dapat meniru cara pemerintah Jepang dalam mengurangi hutang salah satunya dengan Financial Investment and Loan Program (FILP). FILP adalah sebuah mekanisme pembiayaan kegiatan infrastruktur tanpa keterlibatan APBN. Keuntungan utama dari program FILP ini adalah pemerintah dapat menyediakan pembiayaan infrastruktur tanpa membebani APBN.

Pada akhirnya kita semua berharap agar pandemi covid 19 segera berakhir dan kondisi perekonomian dapat pulih seperti sediakala. Kebijakan apapun yang diterbitkan pemerintah akan menjadi sia – sia apabila masyarakat tidak ikut terlibat dalam upaya menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.

 

referensi

BPS. (2021, May 30). [Seri 2010] Laju Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran (Persen), 2020. Retrieved from Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/indicator/169/108/2/-seri-2010-laju-pertumbuhan-pdb-menurut-pengeluaran.html

CNN Indonesia. (2020, Desember 22). Japan Credit Ratings Pertahankan Kualitas Surat Utang RI. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201222170009-532-585311/japan-credit-ratings-pertahankan-kualitas-surat-utang-ri

DJPPR. (2021, May 30). Pemerintah Menerbitkan Surat Utang Negara Dalam Denominasi Yen Jepang (Samurai Bonds) Sebesar JPY100 Miliar. Retrieved from Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko: https://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/2838

Ministry of Finance Japan. (2020). Japanese Public Finance Fact Sheet. Tokyo: Ministry of Finance.

Satgas Penanganan Covid. (2021, Mei 30). Data Sebaran. Retrieved from Satuan Tugas Penanganan COvid-19: https://covid19.go.id/

Kirim Komentar

0 Komentar