Aksi Nyata Perguruan Tinggi dan Angkatan Kerja

10 April 2025, Penulis : Rostamaji Korniawan

Peningkatan kompetensi perguruan tinggi terus dipacu Pemerintah pada saat polemik pemberian tunjangan kinerja para dosen terjadi di awal tahun 2025. Di saat bersamaan, Pemerintah juga melakukan efisiensi anggaran agar beberapa program prioritas Pemerintah dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah direncanakan. Upaya efisiensi anggaran ini pun tak luput dari dinamika pro dan kontra masyarakat.

Pendidikan memang masih menjadi sektor prioritas bagi negara. Di dalam APBN 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp724,3 triliun, meskipun anggaran pendidikan juga turut terkena imbas efisiensi anggaran. Walaupun demikian, Pemerintah tetap konsisten menetapkan besaran anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari alokasi APBN yang ditetapkan setiap tahun dengan mengacu kepada ketentuan UUD 1945 dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah pun berkomitmen menyalurkan APBN untuk mendukung aksi nyata mereka mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

Untuk mendukung pendidikan yang berkualitas, perguruan tinggi menjadi bagian dari ekosistem jenjang pendidikan yang mendukung tujuan tersebut. Hal ini pun berlaku di negara manapun. Namun, jumlah penduduk Indonesia yang masuk ke dalam jenjang pendidikan perguruan tinggi masih sangat terbatas. Di tahun 2024, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas dengan menamatkan dirinya di perguruan tinggi hanya sebesar 10,2%. Sementara jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan terakhir di jenjang SMA dan sederajat menempati urutan yang yang paling tinggi.

Perguruan tinggi memang dipacu untuk berinovasi, termasuk melahirkan generasi inventor yang diharapkan mampu menjadi pemicu katalisator negara di dalam memajukan sektor tertentu dan diharapkan bisa kompetitif untuk meningkatkan skala ekonomi nasional. Ukuran prestasi dari sebuah perguruan tinggi memang bisa diukur dari peringkat perguruan tinggi yang dievaluasi oleh lembaga rating perguruan tinggi dunia seperti Webometrics, QS World University Rankings, atau Times Higher Education. Bahkan, beberapa perguruan tinggi di Indonesia masuk ke dalam jajaran perguruan tinggi di dalam kelompok peringkat 200 tertinggi di dunia versi lembaga pemeringkat tersebut.

Semua ukuran tersebut belum mencukupi jika lulusan dari perguruan tinggi tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan. Fenomena #KaburAjaDulu mengindikasikan bahwa angkatan kerja, termasuk lulusan dari perguruan tinggi, tampaknya belum bisa ditampung di dalam lapangan pekerjaan yang ditawarkan. Selain itu, pasar tenaga kerja juga belum melihat kelebihan dan karakteristik tenaga kerja yang mereka butuhkan. Di lain sisi, ada ketidakpuasan sebagian angkatan kerja terhadap kondisi ekonomi dan mekanisme siklus tenaga kerja di perusahaan ataupun organisasi di Indonesia. Permasalahan ini tentu menjadi perhatian Pemerintah untuk ditindaklanjuti, meskipun mereka yang lulus dari perguruan tinggi diharapkan bisa mandiri untuk meningkatkan nilai tambah dirinya tanpa harus bergantung kepada Pemerintah.

Melihat persoalan model dan karakter generasi angkatan kerja saat ini, perguruan tinggi tentu didorong untuk menghasilkan para lulusan yang bisa membuka lapangan pekerjaan. Tantangan tersebut memang tidak mudah untuk dilakukan perguruan tinggi melihat ukuran populasi Indonesia yang cukup besar sehingga membuka kompetisi setiap individu di ruang usaha yang homogen. Diversifikasi usaha dan lapangan pekerjaan memang sudah diwacanakan dan diusahakan. Akan tetapi, upaya untuk mendiversifikasi selalu menemui tantangan yang cukup besar akibat kondisi pasar angkatan kerja Indonesia yang masih cenderung tertuju memenuhi standar kebutuhan ekonomi mereka.

Oleh karena itu, Pemerintah membuka kesempatan bagi perguruan tinggi luar negeri untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi Indonesia dengan tujuan menghasilkan angkatan kerja yang diharapkan dapat membuka luas lapangan pekerjaan dan mendiversifikasi jenis usaha. Sehingga mereka diharapkan mampu menghasilkan produk unggulan. Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2018 mengatur tentang pendirian perguruan tinggi luar negeri di Indonesia di luar kawasan ekonomi khusus. Regulasi ini kemudian disesuaikan dengan memperluas jangkauan operasional perguruan tinggi luar negeri di Indonesia melalui regulasi Permendikbud Ristek Nomor 23 Tahun 2023.

Kehadiran perguruan tinggi luar negeri ditujukan untuk memacu perguruan tinggi Indonesia membuka jalur dan program studi yang lebih kompetitif dan menghasilkan lulusan yang dapat terserap sempurna di pasar tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri. Kehadiran perguruan tinggi luar negeri ini pun bukan merupakan kompetitor, meskipun pasar program studi pendidikan perguruan tinggi masih cenderung melihat kualitas perguruan tinggi luar negeri lebih baik dibandingkan dengan perguruan tinggi di Indonesia. Namun, perguruan tinggi Indonesia tidak perlu khawatir selama mereka mampu menarik simpati penduduk Indonesia untuk menggali potensi diri mereka di perguruan tinggi Indonesia.

Bercermin dari kesuksesan popularitas produksi film Indonesia karya anak bangsa seperti film  ‘Jumbo,’ yang mampu menarik penonton Indonesia hingga melampaui 5 juta penonton, kompetensi perguruan tinggi Indonesia ini pun diyakini mampu menarik perhatian generasi baru Indonesia untuk lebih memilih mengikuti jenjang pendidikan perguruan tinggi Indonesia. Karya sinematografi anak Indonesia ini memperlihatkan bahwa bangsa ini masih menghargai budaya dan karakter bangsa sendiri. Sehingga, perguruan tinggi Indonesia pun dinilai masih memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan program studi dengan basis kekuatan pasar domestik.

Perlu diketahui pula bahwa eksistensi dan kesinambungan operasional perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri, dan lulusannya tidak terlepas dari peran APBN yang selalu terlibat di dalam menjembatani setiap gap persoalan yang terjadi. Karena pendidikan menjadi program prioritas, APBN pun hadir untuk mendukung aksi nyata Pemerintah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera.

 

Disclaimer: The author states that this article is written based on his opinion and does not represent any institution. Moreover, the author is not responsible for the content or accuracy of the information in this article and shall not be responsible for any decision made by the information shown in this article.