9 Aspek Keuangan Negara dalam UU Cipta Kerja Terkait Peningkatan Investasi

21 Juli 2021, Penulis : Toto Hari Saputra

9 Aspek Keuangan Negara dalam UU Cipta Kerja Terkait Peningkatan Investasi

Oleh:

Toto Hari Saputra, S.H., K.N., M.H., Kepala Bagian Hukum Pajak dan Kepabeanan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang saat ini sedang dibuat aturan turunan pelaksanaannya, secara garis besar, mencakup peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, pemberian kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional (PSN).

Penulis mengidentifikasi, setidaknya terdapat 9 aspek dukungan terkait keuangan negara dalam UU Cipta Kerja untuk meningkatkan investasi. Pertama, mengenai pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI). LPI merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah Indonesia yang diberikan kewenangan khusus (sui generis) untuk mengelola investasi pemerintah. Keterkaitan aspek keuangan negara dapat ditunjukkan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2020 dan PP  Nomor 74 Tahun 2020.

Dalam PP Nomor 73 Tahun 2020 antara lain diatur mengenai penetapan modal awal LPI yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran (TA) 2020, yaitu sebesar Rp15.000.000.000.000,- (lima belas triliun rupiah) yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan (KND). Selanjutnya dalam PP Nomor 74 Tahun 2020 antara lain diatur mengenai sumber permodalan LPI yang antara lain bersumber dari penyertaan modal negara (PMN) yang dapat berasal dari dana tunai, barang milik negara (BMN), piutang negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perseroan terbatas (PT), dan atau saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas. Dalam struktur organisasi LPI yang terdiri atas Dewan Pengawas dan Dewan Direktur. Menteri Keuangan mempunyai kedudukan sebagai ketua Dewan Pengawas, yang bertugas antara lain melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan Direktur.

Kedua, dukungan aspek perpajakan dalam UU Cipta Kerja. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021, dan KMK Nomor 540/KMK.010/2020. Dalam regulasi tersebut, diatur berbagai perlakuan atau kemudahan perpajakan antara lain mengenai pemberian kemudahan bagi Wajib Pajak (WP) untuk pembukuan dengan cara yang sederhana dan kemudahan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan kriteria tertentu melakukan pencatatan, penyempurnaan mekanisme penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP), perlakuan terkait pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT), pemberian imbalan bunga, serta pelaksanaan ketentuan perpajakan secara elektronik bagi WP.

Ketiga, pengaturan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai pelaksanaan UU Cipta Kerja antara lain adalah terkait penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, penyelenggaraan kehutanan, denda administratif di bidang kehutanan, penyelenggaraan bidang energi dan sumber daya mineral, serta pos, telekomunikasi, dan penyiaran.

Keempat, dukungan aspek perlakuan kepabeanan dalam UU Cipta Kerja untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, mencakup penyempurnaan pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, khususnya mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Lebih rinci, antara lain mengenai penataan kelembagaan pengelolaan KPBPB, revitalisasi kelembagaan melalui penguatan peran Dewan Nasional pada KEK, penguatan fasilitas perpajakan dan kepabeanan, penguatan kemudahan prosedur atau operasional layanan dan pengawasan.

Kelima, dukungan aspek Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (PDRD) dalam UU Cipta Kerja untuk menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal yang diutamakan antara lain percepatan proyek strategis nasional, pengaturan penataan administrasi perpajakan daerah dan penyelenggaraan kemudahan berusaha. Selain itu, untuk mendorong kepatuhan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam menerapkan penyesuaian tarif pajak dan retribusi dan penyusunan Peraturan Dearah (Perda) mengenai pajak dan retribusi. Kemudian juga diatur mengenai dukungan terkait perizinan di daerah dari Pemerintah Pusat melalui pemberian insentif anggaran kepada Pemda yang mengalami penurunan pendapatan asli daerah (PAD) sehubungan dengan penyederhanaan perizinan berusaha tersebut.

Keenam, aspek keuangan negara terkait dengan UMKM dalam UU Cipta Kerja. UMKM diberikan berbagai kemudahan dan insentif antara lain penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat.  Selain itu, kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) tertentu juga dikecualikan dari kewajiban pembukuan, namun berupa pencatatan. Bagi UMKM berorientasi ekspor juga dapat diberikan fasilitas kepabeanan sesuai peraturan di bidang kepabeanan.

Pemerintah Pusat juga akan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pendanaan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMKM sesuai peraturan perundang-undangan.

Ketujuh, aspek pengaturan Badan Layanan Umum (BLU) berupa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya. BPJPH bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan bagi masyarakat atas kehalalan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia.

Aspek keuangan negara diberikan terkait pengaturan biaya layanan pernyataan halal (self declare) yang diberikan oleh BPJPH bagi pelaku usaha pelaku usaha mikro dan kecil. Pendanaan untuk pernyataan halal (self declare) bagi pelaku usaha pelaku usaha mikro dan kecil tersebut antara lain berasal dari (APBN) dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Kedelapan, dukungan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam UU Cipta Kerja untuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Pemerintah mencanangkan program JKP yang merupakan salah satu program BPJS Ketenagakerjaan. Bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja mempunyai hak untuk mendapatkan JKP. Tujuan dari JKP adalah untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan. Dukungan aspek keuangan negara dapat ditunjukkan dengan pemberian modal awal untuk pelaksanaan fungsi BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp6.000.000.000.000,- (enam triliun rupiah) yang bersumber dari APBN.

Kesembilan, dukungan pengaturan Badan Bank Tanah (land bank) dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya. Sesuai PP Nomor 64 Tahun 2021, Badan Bank Tanah merupakan badan khusus (bersifat sui generis), badan hukum Pemerintah Indonesia yang diberikan kewenangan khusus mengelola tanah. Keterkaitan dari aspek keuangan negara antara lain mengenai kekayaan Bank Tanah yang merupakan kekayaan negara dipisahkan (KND), sumber kekayaan Bank Tanah yang antara lain dapat berasal dari APBN dan/atau penyertaan modal negara (PMN). Bank Tanah diberikan modal sebesar Rp2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus miliar rupiah) yang dapat diberikan dalam bentuk kas, tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, dan atau  aset tetap lainnya.

Selain itu, dalam pendistribusian tanah yang ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan/atau untuk fasilitas sosial/umum Bank Tanah juga dimungkinkan untuk mendapatkan insentif di bidang perpajakan yang tata caranya akan diatur lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.

Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi tempat penulis bekerja

Kategori: UU Cipta Kerja

Tag: #

Kirim Komentar

0 Komentar